KNPI Dorong Penguatan Identitas Kebangsaan di Era Milenial
jpnn.com, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) mendorong generasi muda untuk memaknai peringatan hari pahlawan sebagai momentum untuk menguatkan identitas kebangsaan di era milenial saat ini. Tekad memperjuangkan nasionalisme itu berkaca pada semangat kepahlawanan 72 tahun silam, semangat kepahlawanan begitu membara dan menjadi perekat persatuan melawan kolonialisme Jepang, Belanda sampai Inggris atau tentara sekutu.
“Hanya dengan kekuatan tekad, dan bermodal semangat baja, pasukan sekutu kewalahan menghadapi kekuatan rakyat Indonesia yang saat itu tidak didukung oleh persenjataan mutakhir,” kata Ketua Umum KNPI Muhammad Rifai Darus dalam keterangan persnya diterima Sabtu (11/11).
Menurutnya, para pejuang, pahlawan, pendiri negara ini telah lama menyadari bersama bahwa kemerdekaan yang diperjuangkan tidak sekadar mendirikan negara, berdaulat atau mempertahankannya. Lebih jauh lagi, kesepahaman dan kesadaran kesejarahan cukup lama, tertanam dalam relung kebatinan untuk membentuk sebuah bangsa.
Kini, di saat abad milenial tantangannya telah bergeser. Tantangan kaum muda abad milenial, begitu pelik, kompleks dan tidak mudah. Tantangan eksternal meliputi kebebasan dan keterbukaan lalu lintas barang, modal, informasi, hingga budaya dari satu negara ke negara lain.
Menurut MRD sapaan Muhammad Rifai, fenomena globalisasi itulah yang menciptakan iklim kebebasan, persaingan begitu kompetitif, ketat dan tajam. Mengingat, tidak semua ekses globalisasi itu berdampak positif dan selaras dengan kebudayaan dan tradisi yang telah mengakar kuat di Indonesia.
MRD mengungkapkan arus informasi yang sejalan dengan revolusi industri telekomunikasi dan interkoneksi, dapat dengan mudah menggeser pemahaman dan kesadaran kesejarahan kaum muda. Melalui smartphone, kita bisa mendapatkan, memproduksi atau menyebarkan informasi. Tidak jarang, media sosial menjadi medium penyebaran informasi, konten hoaks atau yang sarat dengan ujaran kebencian (hate speech).
Ia mengingatkan informasi yang menyebar begitu deras dan cepat, tanpa filter dan verifikasi lebih lanjut, berujung pada retaknya persatuan dan persaudaraan sesama anak bangsa. Meski telah terbit UU ITE dan SE Kapolri tentang ujaran kebencian, tetapi upaya komprehensif berikut tata aturan hukum penindakannya harus diatur lebih khusus.
Berikutnya, tantangan internal kita adalah tersebar di level makro dan mikro. Pada level makro meliputi krisis ketauladanan dan rapuhnya mentalitas kebangsaan. Indikasinya, kita begitu mudah menciptakan kegaduhan di level elit akibat pernyataan-pernyataan politik yang memperkeruh iklim persatuan.