Komisi V DPR-RI Setujui Draft RUU Sumber Daya Air untuk Gantikan UU No.7 tahun 2004
jpnn.com, JAKARTA - Setelah melalui rangkaian pembahasan kurang lebih satu tahun, maka Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU-SDA) akhirnya menyelesaikan draft RUU-SDA Tahap I.
Hal ini dilaporkan oleh Panja kepada Komisi V DPR RI pada Rapat Kerja (Raker) Forum Pengambilan Keputusan Tingkat I yang dilaksanakan pada Senin, 26 Agustus 2019, yang menetapkan draft RUU-SDA yang terdiri dari 16 Bab 79 Pasal.
Mengenai izin penggunaan Sumber Daya Air (SDA) untuk kebutuhan usaha yang menghasilkan produk berupa air minum untuk kebutuhan pokok sehari-hari, diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Desa (BUMDES), atau penyelenggara sistem penyediaan air minum, serta reposisi pasal-pasal yang mengatur mengenai perijinan agar lebih lentur dan mengalir.
BACA JUGA : Sekilas Tentang Toyota Crown 2.5 HV G-Executive, Mobil Dinas Menteri Jokowi-Ma'ruf
Raker ini juga dilakukan sebagai pelaporan penyempurnaan redaksional dari Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pasal-pasal yang ada dalam RUU-SDA ini.
Pada rapat kerja ini, pemerintah menyampaikan satu catatan penting pada Pasal 33 Draft RUU-SDA ini. Adapun Pasal 33 Draft RUU-SDA ini berbunyi
“Setiap orang dilarang melakukan pendayagunaan sumber daya air di kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam”. Atas hal ini pemerintah meminta untuk dapat menambahkan ayat 2 (dua) yang berisi penjelasan larangan pendayagunaan SDA yang di maksud pada ayat 1 (satu), untuk dikecualikan bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Keberatan ini diajukan, mengingat secara fakta, terdapat 5.800 desa yang dihuni oleh tidak kurang dari 9,5 juta jiwa yang menempati kawasan konservasi dan di sekitar kawasan konservasi seluas 27,14 juta Ha, dan penduduk yang berada di kawasan tersebut telah lama memanfaatkan air untuk keperluan non komersil, dan dengan perizinan. Keberatan ini juga disampaikan untuk mengakomodir, desa-desa yang berada di kawasan sumber air, yang telah ada bahkan sebelum penunjukkan dan penetapan kawasan konservasi dilakukan oleh pemerintah.
Menurut Menteri LHK Siti Nurbaya, secara praktis memang ada tingkatan gradasi dari pemanfaatan kawasan, di mana Hutan Produksi menjadi tingkat terendah dari gradasi ini, untuk bisa dimanfaatkan dan dilepaskan.