Komunikasi Kematian
Oleh: Khafidlul UlumDalam masa pandemi Covid-19, semua itu berbeda. Kematian orang yang terpapar Covid-19 harus diperlakukan secara berbeda.
Keluarga yang meninggal tidak bisa menggelar upacara kematian seperti dalam kondisi normal. Mereka harus menggelar upacara kematian sesuai dengan protokol kesehatan (Prokes).
Orang dekat dan para tetangga pun ikut berdebar-debar. Mereka takut tertular virus dan ikut menyusul ke alam baka. Pesan kematian yang menyebar begitu cepat juga membawa keresahan, kekhawatiran, dan ketakutan.
Maka, hanya keluarga dekat yang datang ke pemakaman. Tempat pemakaman korban Covid-19 pun dipisahkan. Lahan yang sebelumnya kosong langsung penuh dengan batu nisan.
Teman, tetangga, dan kerabat yang tidak dekat hanya bisa mendoakan dari jauh. Mereka tidak bisa menggelar upacara kematian secara normal. Ada protokol kesahatan yang menjadi penghalang.
Upacara-upacara kematian menjadi sesuatu yang menakutkan. Menurut Prof Deddy Mulyana, upacara kematian merupakan salah satu bentuk komunikasi ritual.
Selain upacara kematian, komunikasi ritual juga tampak dari pesan atau iklan yang menyampaikan ucapan duka cita kepada keluarga yang meninggal dunia. Selama masa pandemi, pesan ucapan belasungkawa memenuhi gawai kita.
Pesan itu datang sangat deras dan bertumpuk-tumpuk. Keluarga yang sedang bersedih tentu tidak langsung membacanya.