Komunikasi Kematian
Oleh: Khafidlul UlumBagi yang ingin menjauhi HP, mungkin dia meminta agar dibukakan HP agar mengetahui kabar orang dekatnya atau tanpa meminta dia akan mendapat kabar yang tiba-tiba menggetarkan seluruh sendi-sendinya.
Pesan kematian di masa pandemi mungkin tidak pernah kita rasakan dan dengar sebelumnya. Musim pagebluk akan menjadi sejarah dan akan terus diingat bagi orang-orang yang hidup di zaman itu. Masa yang penuh dengan kesulitan. Kesulitan kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, dan kesulitan berkomunikasi secara tatap muka.
Kita hanya bisa berkomunikasi secara online atau daring dengan alat komunikasi masing-masing. Kita patut bersyukur, karena virus yang kabarnya dari Negeri Wuhan itu tidak menyebar melalui media komunikasi kita.
Yang menyebar dari HP dan media komunikasi kita hanya virus kepanikan, kekhawatiran, dan keresahan. Tetapi, itu justru yang sangat membahayakan. Derasnya kabar kematian justru sangat mempengaruhi psikologi kita.
Tentu, setiap orang berbeda dalam menyikapi sebuah pesan, khususnya tentang pesan kematian. Ada yang begitu cemas, takut, dan was-was. Namun, ada pula yang bisa mengendalikan emosi dan tegar mendengar kabar itu.
Pesan kematian di masa pandemi Covid-19 sangat berbeda dengan pesan-pesan kematian pada kondisi normal. Saat masa normal, kita biasa saja mendengar orang meninggal dunia. Hanya orang-orang dekat yang berduka.
Para kerabat yang meninggal bisa dengan leluasa menggelar upaca kematian. Bagi orang Islam, mereka bisa memandikan, mensalatkan, dan mengguburkannya dengan lancar.
Mereka yang ikut upacara kematian mungkin ada yang akhirnya mengingat kematian sebagai suatu kepastian, tapi mereka tidak takut akan ikut mati bersama orang yang meninggal dunia. Para tetangga juga tidak khawatir akan terpapar virus kematian.