Konon Ini Penyebab Penyerangan Warga di Pos Penyekatan Suramadu
jpnn.com, SURABAYA - Penyekatan di Jembatan Suramadu kembali mendapat sorotan. Kali ini dari Pengamat Kebijakan Publik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (Uinsa) Andri Arianto.
Dia menilai masih ada cela dalam pengambilan kebijakan terkait pos penyekatan yang sempat menimbulkan polemik hingga membuat warga Madura marah tersebut.
Menurut dia, sinergi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota masih kurang maksimal. Akibatnya penyekatan dengan syarat tes usap antigen itu justru membuat gaduh.
Hal itu seharusnya tidak terjadi apabila pemerintah bisa menjalin komunikasi yang baik dengan masyarakatnya.
Dia mengatakan pemerintah harusnya memahami kondisi psikologi warga Madura.
"Libatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, klebun dan orang yang dituakan untuk menyosialisasikan Covid-19 dan penyekatan di Jembatan Suramadu. Sentuh hatinya warga Madura, agar tidak terjadi gesekan,” ujar dia, Kamis (24/6).
Kebijakan yang sudah berjalan itu, kata Andri, masyarakat hanya menjadi objek. Akhirnya penyekatan di Suramadu menjadi sasaran perusakan hingga demonstrasi terjadi di Balai Kota Surabaya padahal yang mengeluarkan kebijakan itu merupakan arahan dari Gubernur Jatim dan bukan Pemkot Surabaya.
“Ini membuktikan, bahwa selama ini tidak pernah ada semacam forum yang berkelanjutan untuk bersama daerah yang seharusnya dilakukan oleh Pemprov Jatim untuk kebijakan publik lintas daerah,” kata dia.
Dia mengingatkan pemerintah daerah perlu bekerja sama dalam melakukan penanganan covid-19 tersebut.
Tak kalah pentingnya juga yaitu partisipasi masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan tak boleh kendor. Aturan PPKM Mikro juga harus dipatuhi.
“Semoga menjadi perhatian kita semua sebagai warga masyarakat dan kepala daerah, khususnya bagi Gubernur Jatim untuk tidak lemah dalam berkoordinasi dan berkomunikasi sehingga tidak menjadikan masalah ini semakin besar,” pungkas Andri. (mcr12/jpnn)