Konon, Tumbal itu Berupa Kepala Manusia
Tuha Ilawa Nia alias King of The King, saat berbincang-bincang dengan Sumut Pos.
Lima penghulu adat ikut mendampinginya, yakni Sukaramai Fau, Utusan Fodegedawa Fau, Fake Jisiwa Faum, Okhedei Fau, dan Bahala Manao.
Miliar menuturkan, setelah dua kali kebakaran yang melanda desa mereka, pertama dibakar Belanda tahun 1863 yang menghanguskan Rumah Adat besar, disusul kebakaran tahun 1944 akibat api dari dapur salahsatu rumah, kini hanya sebagian rumah yang dibangun berarsitektur rumah adat asli.
Untuk membangun sebuah desa adat di Nias Selatan, ada 7 syarat yang harus dipenuhi.
Syarat pertama, adanya Taneme Wahe, yakni pusat desa. Bentuknya seperti galian tanah berbentuk bulat seperti sumur di tengah desa. Pusat desa ini diisi tumbal.
Konon, tumbal itu berupa kepala manusia, babi putih, dan ayam putih. Jumlah tumbal kepala manusia yang dimasukkan ke dalam Taneme Wahe bisa mencapai belasan kepala. Saat diperlihatkan pada Sumut Pos, Taneme Wahe itu ditutupi semen.
”Tumbal manusia bisa dibunuh di mana pun di seluruh Nias. Prajurit yang membawa tumbal dihargai 6 pon emas saat ini,” kata Miliar Fau, diamini Sukaramai Fau dan para penatua adat lainnya.
Syarat kedua, adanya Iri Newali Pakai Tali alias garis tengah halaman desa. Tamu desa yang dihormati diwajibkan berjalan mengikuti garis tengah ini, sehingga bisa berjalan lurus sesuai tuntutan adat. Konon, jarak rumah antara sisi kiri dan sisi kanan sama persis jika dihitung dari garis tengah desa.