Konsekuensi Penyiaran Digital, Hardly Stafeno: Konten Media Baru Harus Diatur
“Negara kehilangan potensi pendapatan hingga sepuluh triliun per bulan lantaran tertundanya digitalisasi ini,” ujar Henry.
Seharusnya, tambah Henry, dalam Omnibus Law tentang penyiaran hanya mengatur soal ASO saja. Mengingat Mahkamah Agung memang memerintahkan pelaksanaan digitalisasi hanya dapat dilakukan jika ada landasan hukum dalam Undang-Undang.
Sedangkan kalau berharap pengaturan ASO melalui RUU Penyiaran, dibutuhkan waktu yang lebih panjang lantaran RUU tersebut dihapus dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020.
Sementara itu terkait posisi RUU Penyiaran, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Al Masyhari menyampaikan bahwa digitalisasi merupakan sebuah kemestian yang harus dilaksanakan dan negara ini dapat segera melakukan ASO.
Selain itu, Kharis juga menegaskan bahwa frekuensi yang ada di negara Indonesia adalah sumber daya terbatas yang mestinya dipergunakan untuk kepentingan rakyat Indonesia secara luas. Sedangkan untuk pengawasan terhadap konten harus dilakukan dengan memperkuat lembaga pengawasan yang ada sekarang.
Lebih jauh Kharis melihat pengawasan konten siaran dibutuhkan sebagai upaya perlindungan terhadap anak-anak dan generasi muda.
Menurutnya, beberapa pengaturan mandiri seperti klasifikasi program dan juga kunci parental (parental lock), tetap harus didukung dengan pengawasan yang lebih utuh. Untuk itu penguatan terhadap KPI sebagai lembaga pengawas konten siaran, harus diberikan.
Kharis juga menegaskan bahwa model siaran baru yang berbasiskan pada internet harus juga diawasi sebagaimana siaran teresterial.