Konsumsi Gula Berlebih Berkaitan dengan Depresi?
jpnn.com - Makan atau minum yang manis-manis biasanya bikin orang yang mengonsumsinya tersenyum manis alias merasa nikmat. Namun, ternyata di balik kenikmatan itu tersimpan ancaman. Menurut beberapa studi, ditemukan bahwa konsumsi gula berlebih bisa berdampak buruk pada kesehatan mental.
Berdasarkan studi, terdapat risiko depresi yang meningkat di antara pria yang mengonsumsi gula dalam jumlah yang cukup sifnifikan dalam diet mereka. Ada yang berpendapat bahwa depresi itulah yang dapat memicu peningkatkan craving gula.
Misalnya ada hari-hari ketika seseorang merasa sedih dan berpikir segelas besar milkshake bisa membuatnya lebih baik. Ternyata, kenyataannya justru sebaliknya; konsumsi gula berlebih terjadi sebelum seseorang mengalami depresi, bukan menjadi suatu akibat setelahnya.
Konsumsi gula berlebih berkaitan dengan depresi
Ada sebuah studi pada 2012 yang meneliti konsumsi gula rata-rata pada individu di enam negara yang berbeda, yaitu Kanada, Prancis, Jerman, Korea, Selandia Baru, dan Amerika Serikat. Dinyatakan bahwa gula merupakan faktor yang berkontribusi terhadap angka depresi mayor yang tinggi.
Sejak itu, banyak tim riset yang menginvestigasi efek diet terhadap kesehatan mental. Sebagai contoh, konsumsi makanan olahan atau makanan yang diproses dan cepat saji seperti burger, piza, dan makanan yang digoreng ditemukan lebih tinggi pada remaja dan dewasa yang memiliki tingkat depresi yang tinggi.
Hasil serupa juga terjadi pada lansia di Amerika Serikat. Lansia dengan diet tinggi gula memiliki angka depresi yang lebih tinggi ketimbang mereka yang konsumsi gulanya lebih rendah.
Minuman dengan pemanis buatan, terutama minuman bersoda, dikonsumsi di seluruh dunia. Ada studi yang dilakukan oleh peneliti berkebangsaan Cina – yang sehari-harinya mengonsumsi teh tanpa gula – yang menunjukkan bahwa mereka yang mengonsumsi minuman bersoda memiliki tingkat depresi lebih tinggi.