KontraS Kecam Keputusan Jokowi Mengangkat Pelanggar HAM Jadi Anak Buah Prabowo
jpnn.com, JAKARTA - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keputusan Presiden Joko Widodo yang mengangkat dua anggota eks tim mawar, yaitu Brigjen TNI Yulius Selvanus dan Brigjen TNI Dadang Hendrayudha menjadi pejabat publik di lingkungan Kementerian Pertahanan. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor (Keppres) 166 Tahun 2020.
Seperti diketahui, Tim Mawar adalah pelaku penculikan terhadap sejumlah aktivis prodemokrasi pada masa Orde Baru.
"Kebijakan ini menguatkan keyakinan kami bahwa Pemerintahan Joko Widodo sedang keluar jalur dari agenda reformasi dan mengenyampingan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam membuat keputusan," kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam keterangan yang diterima, Minggu (27/9).
Fatia menjelaskan, tindakan Yulius dan Dadang pada masa lalu mendapat hukuman dari Mahkamah Militer Tinggi II Jakarta. Yulius Selvanus dihukum 20 bulan penjara dan dipecat dari dinas ABRI, sedangkan Dadang Hendrayudha dihukum 16 bulan penjara tanpa pemecatan.
Namun, dalam putusan tingkat banding, pemecatan terhadap Yulius Selvanus dianulir oleh hakim, sehingga keduanya, masih menjabat aktif sebagai anggota militer.
"Bergabungnya kedua anggota eks tim mawar tersebut, ditambah Prabowo Subianto yang menjadi Menteri Pertahanan, menunjukkan tidak berjalannya mekanisme vetting dalam tubuh pemerintahan yang menambah daftar panjang bahwa saat ini lembaga-lembaga negara diisi oleh orang-orang yang memiliki masalah dalam pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu," kata dia.
Fatia tidak bisa membayangkan bagaimana pelaksanaan aturan hukum yang sesuai standar dan termasuk penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat sementara pejabat publik terus diisi oleh aktor yang bertanggung jawab atas kasus-kasus tersebut.
Selain berpotensi untuk melemahkan makna penegakan hukum di Indonesia, hal tersebut juga dapat mendorong terjadinya kembali pelanggaran HAM.
Adapun peristiwa ini juga akan mempersulit upaya perbaikan hukum di Indonesia, seperti ratifikasi International Convention for The Protection of All Persons from Enforced Dissapearance (Konvensi Anti Penghilangan Paksa) yang akan menyulitkan secara politik dengan bergabungnya aktor-aktor peristiwa penghilangan paksa di Indonesia dalam tubuh pemerintahan.
"Adapun dari pengangkatan ini, kami menyimpulkan beberapa hal, di antaranya, pertama, mengenai Keppres nomor 166 tahun 2000, kami memandang keabsahan regulasi tersebut mengandung masalah karena keputusannya tidak sejalan dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang megharuskan berlandaskan pada asas perlindungan terhadap hak asasi manusia dan asas-asas umum pemerintahan yang baik," kata dia.
Selain itu, lanjut Fatia, pemerintahan Joko Widodo semakin keluar jalur dari agenda reformasi dengan melupakan rekam jejak peristiwa di masa silam. Lalu, pengangkatan dua anggota eks tim mawar tersebut juga semakin menandakan regresifnya kondisi penegakan hak asasi manusia yang tidak diimbangi dengan penyusunan instrumen dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu, seperti pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc.
Kemudian, hal ini akan semakin mempersulit proses penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu maupun proses pembaruan hukum yang berkaitan dengan isu penghilangan paksa seperti proses ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa.
Oleh karena itu, KontraS mendesak kepada Presiden Joko Widodo mencabut Keppres pengangkatan Brigjen TNI Yulius Selvanus dan Brigjen TNI Dadang Hendrayudha sebagai pejabat publik di Kementerian Pertahanan, tidak terkecuali juga terhadap pengangkatan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan.
KontraS juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk mendorong Jaksa Agung untuk menindaklanjuti penyelidikan Komnas HAM dan menuntut para terduga pelaku pelanggaran ham berat di masa lalu melalui pengadilan ham ad hoc. (tan/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi: