KPAI Soroti SMP di Solo Mengeluarkan Siswi Gegara Mengucap Selamat Ultah
jpnn.com, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan keputusan salah satu SMP di Solo mengeluarkan siswinya yang mengucapkan selamat ulang tahun kepada teman laki-laki di sekolah yang sama. Sedangkan siswa yang diberi ucapan tidak dikeluarkan.
"KPAI menyayangkan keputusan sekolah yang mengeluarkan ananda AN karena dianggap melakukan pelanggaran berat, yaitu dianggap berlebihan bersikap terhadap lawan jenis. Padahal secara normal dan masa tumbuh kembang seorang anak, mengucapkan selamat ulang tahun justru hal positif dalam sebuah pertemanan dan sosialisasi anak dengan kawan-kawannya," tutur Retno Listyarti, komisioner KPAI bidang Pendidikan, Minggu (12/1).
KPAI menilai sekolah terlalu berlebihan menetapkan aturan sekolah dan menerapkan sanksi. Sekolah melanggar hak atas pendidikan AN karena mengeluarkan secara tidak adil dan berpotensi menimbulkan stigma negatif bagi AN ketika dia bersekolah di tempat lain. Ini juga bisa dikatakan sebagai kekerasan psikis terhadap AN.
Retno melanjutkan, sekolah tidak pernah melibatkan anak dan mendengarkan suara anak dalam menetapkan aturan tersebut. Seolah itu merupakan bagian pendidikan dan mendisiplinkan anak. Padahal aturan sekolah seharusnya tidak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya.
"Berteman (atau mungkin saling suka pada lawan jenis) dan mengucapkan selamat ulang tahun terhadap siapapun adalah merupakan hak anak dan bagian dari proses tumbuh kembangnya sebagai remaja," tegasnya.
Menurut Retno, sekolah tidak memahami psikologi anak dan perkembangan anak. Anak usia remaja 13-15 tahun (SMP/sederajat) memang dalam fase mulai memerhatikan lawan jenis. Bukan harus dikekang, tetapi dikontrol dan diedukasi.
"Kalau kita sebagai orang dewasa khawatir karena pada masa ini remaja sangat rentan melakukan hal – hal negatif terhadap seksualitas yang mulai berkembang, maka yang harus dilakukan adalah melakukan pendampingan dan memberikan pendidikan kesehatan reproduksi," paparnya.
Sementara, dikutip dari Solopos.com, Kepala SMP tempat AN sekolah, bernama Zuhdi Yusroni, menjelaskan bahwa keputusan yang diambil sifatnya tidak mendadak.
Menurut Zuhdi, AN sudah beberapa kali melakukan pelanggaran sejak duduk di bangku kelas VII.