KPK Harus Telisik Pelanggan RA
Tapi untuk pelacur-pelacur komersial, profesional, pekerja, yang menjadi pelacur berdasarkan pilihan, atau gaya hidup itu penindakannya haruslah dengan cara hukum pidana dan sanksi sosial.
Seperti apa penegakan hukum pidananya?
Kalau merujuk KUHP, memang pasal yang terkait dengan prostitusi lebih terkait kepada penindakan terhadap si muncikarinya. Di negara-negara Barat mereka berbalik arah sekarang. Dulu melegalisasi prostitusi, seperti sinyal si Ahok (Gubernur DKI Basuki T Purnama) ini, pengetahuannya basi.
Jadi dia merujuk sebuah pemikiran tahun 1980-an yang dulu dianggap sukses tapi ternyata terbukti gagal total. Nah, di negara-negara Barat, tidak hanya menindak si muncikari tapi juga menindak si konsumen.
Asumsi yang berlaku di balik penindakan itu, adalah karena pelacur dianggap korban perdagangan orang alias human trafficking. Kebijakan-kebijakan itu tampaknya abai terhadap kenyataan bahwa ada pelacur yang berdasarkan pilihan.
Nah kalau memang ada penggolongan pelacur yang terbaikan sementara di lapangan kita melihat data empiris ada pelacur golongan tersebut (pilihan), ya Indonesia tidak harus sama dengan negara Barat.
Indonesia bisa mengatur hukum yang lebih sesuai dengan kebutuhan kita untuk menjawab persoalan di tengah masyarakat. Apalagi kalau di Perda DKI tahun 2007, Perda itu menggilas habis si muncikari, si pelacur dan si tamu, walaupun pada sisi lain Perda itu abai pada kenyataan bahwa ada pelacur golongan satu (korban).
Artinya sudah pas wacana revisi KUHP akan mengatur lebih tegas soal pelanggan dan pelacurnya?