KPK Operasi Senyap di Kaltim
Sementara, Pengamat Ekonomi dan Keuangan Daerah dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Aji Sofyan Effendi mengatakan, celah untuk melakukan permainan selalu terbuka lebar. Ada tiga hal yang menyebabkan hal tersebut terjadi, yakni transparansi dan akuntabilitas pemerintah maupun keuangan daerah, adanya oknum pengusaha nakal, dan lemahnya pengawasan pemerintah. Jadi tak hanya Kaltim, daerah lain pun juga demikian. “Sebut saja Papua yang kaya akan sumber daya alam (SDA) atau Sumatra,” ucapnya.
Tidak menutup kemungkinan, lanjut dia, daerah kaya SDA di Tanah Air memiliki celah untuk melakukan hal tersebut. Nah, karenanya akuntabilitas dan transparansi pemerintah maupun keuangan daerah harus jelas di mata publik. “Sehingga pengawasan boleh dilakukan,” ujarnya.
Menurut Sofyan, di Benua Etam itu sudah terjadi. Seolah pemerintah daerah menutup mata sebelah kiri lantas membiarkan mata kanan terbuka lebar. “Artinya mereka (pemerintah) sudah tahu, tapi membiarkan terjadi,” katanya.
Dia mengatakan, modus yang dilakukan seperti penunggakan royalti, tak memiliki NPWP, kecenderungan pemerintah “bermain mata” dengan pengusaha, dan tak menunaikan pembayaran reklamasi. Itu semua sebenarnya sudah terjadi. “Namun tak ada ketegasan hukum,” katanya.
Aji Sofyan menyebut, law enforcement di Kaltim masih lemah. Tak usah jauh memandang, kasus anak tenggelam di kolam tambang di Samarinda saja hingga sekarang belum ada kejelasan.
Berdasarkan data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, sejak 2011 hingga sekarang, sudah delapan anak jadi korban dari kegiatan keruk-mengeruk hasil bumi itu. Teranyar, kasus tenggelamnya Nadia Tazkia Putri (10) April lalu di Palaran, Samarinda.
“Belum ada kan, pengusaha tambang yang dijerat dengan hukuman berat,” katanya lagi.
“Atau pengusaha tambang yang tak membayar royalti di penjara. Padahal itu merugikan negara,” sambungnya.