Labuan Bajo dan Pribumi Malas
Oleh Dhimam Abror DjuraidPerusahaan trans-nasional penjajah, seperti VOC di Indonesia maupun East Indian Company di Malaysia dan India, tidak mendirikan pabrik pengolahan produksi di negara jajahan. Mereka hanya mengeruk sumber daya alam lokal dan mengirimnya ke negara penjajah.
Dengan demikian, tidak ada alih teknologi maupun alih pengetahuan manajemen dari penjajah ke negara jajahan.
Penjajah kolonial secara sengaja menghancurkan tatanan sosial dengan menciptakan sterotype bahwa penduduk pribumi adalah pemalas. Syed Hussein Alatas menggambarkan dengan detail bagaimana orang-orang Eropa menggambarkan pribumi Filipina, Malaysia, dan Indonesia sebagai orang-orang malas yang hanya ingin menikmati hidup tanpa mau bekerja keras.
Dengan stereotipe ini negara penjajah menempatkan penduduk pribumi sebagai warga negara kelas tiga di bawah bangsa Eropa dan bangsa Asia asing. Dalam kasus Indonesia, pribumi berada pada kasta ketiga setelah bangsa Eropa dan China.
Penjajah juga menghancurkan struktur kelas menengah yang terdiri dari pedagang dan entrepreneur, lalu menggantinya menjadi kelompok amtenar yang bergantung kepada pemerintah. Kelas menengah entrepreneur ini sekarang langka di Indonesia akibat dari penghancuran yang dilakukan oleh kolonialisme.
Dengan kondisi demikian maka dominasi Amerika dan Eropa terhadap negara-negara bekas jajahan tetap berlangsung, meskipun secara formal negara-negara jajahan itu sudah merdeka. Dalam bahasa Syed Hussein Alatas, kolonialisme sudah berakhir, tetapi imperialism tetap berjalan.
Imperialisme ekonomi itulah yang dijalankan oleh Amerika selama 75 tahun terakhir. Sekarang, mulai tumbuh kesadaran untuk melawan imperialisme itu.
Dedolarisasi adalah wujud gerakan kesadaran itu. Kondisi ekonomi internal Amerika yang sedang guncang membuat gerakan Dedolarisasi makin mendapatkan momentum.