Langkah Istimewa KLHK Jaga Kelestarian Badak Jawa
Menurut Dr. Mamat, sifat Badak Jawa yang cenderung soliter merupakan salah satu kendala dalam kegiatan inventarisasi dan monitoring, sehingga dalam habitatnya sendiri, satwa ini sulit dijumpai secara langsung.
Mamat juga menambahkan bahwa sejak tahun 1967 hingga 2008, metode monitoring populasi Badak Jawa sangat sederhana, yaitu dengan jejak kaki badak dan beberapa jenis temuan lainnya, seperti kotoran, urine, bekas tumbuhan yang dimakan, dan bekas gesekan pada batang pohon.
“Saat ini, monitoring sudah dapat dilakukan dengan teknik video trap, sejak tahun 2011 dan 2012, sebanyak 40 kamera video otomatis dengan sensor gerak, telah dipasang pada lokasi-lokasi yang sering dikunjungi Badak Jawa”, lanjutnya. Hingga tahun 2017, monitoring telah menggunakan kurang lebih 100 kamera video trap.
Sementara itu, berdasarkan hasil identifikasi tahun 2012, ditemukan minimal 51 individu Badak Jawa (29 jantan dan 22 betina), kemudian di tahun 2013 ditemukan minimal 58 individu (33 jantan dan 25 betina). Selanjutnya di tahun 2014, diketahui jumlah minimal 57 individu, dan di tahun 2015 jumlah Badak Jawa minimal 63 individu.
“Untuk jumlah terakhir perkiraan populasi Badak Jawa sampai saat ini, nanti akan kami sampaikan di tanggal 22 September mendatang saat perayaan Hari Badak Sedunia”, pesan Dr. Mamat.
Adapun perkiraan populasi Badak Jawa dalam jumlah yang relatif besar berdasarkan hasil pengamatan, beliau berpendapat, berarti satwa tersebut mengalami perkembangbiakan alami dengan baik di TN Ujung Kulon, sehingga memberi harapan besar bagi keberlangsungan hidupnya, dan hal ini diharapkan dapat semakin memperkuat komitmen semua pihak dalam menjaga kawasan TN Ujung Kulon. (jpnn/klh)