Lantaran Reruntuhan Wall Street Menimpa Main Street
Senin, 06 Oktober 2008 – 11:13 WIB
Lalu, terjadilah sejarah itu: begitu DPR menolak, harga saham terjun bebas. Nilai penurunan tersebut mencapai USD 3,4 triliun. Dunia heboh. Lembaga keuangan panik. Wall Street (pasar modal yang terletak di Jalan Wall Street New York) berjatuhan. Reruntuhannya menimpa main street.
Penolakan DPR untuk menolong orang-orang di Wall Street ternyata berimbas langsung kepada masyarakat umum. Para pengusaha kecil yang semula merasa tidak adil kalau pemerintah menolong perusahaan raksasa kemudian ikut kelimpungan: bank tidak bisa memberi mereka kredit. Banyak perusahaan mengurangi tenaga kerja atau tutup. Kelas pegawai ternyata juga ikut susah.
Maka, opini langsung berubah. Yang menolak bailout dituding sebagai penyebab keruntuhan ekonomi secara lebih luas. Mereka menjadi sasaran kemarahan baru. Para anggota DPR pun setuju untuk bertemu lagi lima hari kemudian. Bahkan bisa lebih cepat kalau saja tidak terhalang tahun baru Yahudi yang merupakan hari libur di AS.
Suasananya mendadak berbalik. Banyak yang menyesal telah menolak bailout itu. Rencana menghemat USD 700 miliar ternyata justru menimbulkan kerugian USD 3,4 triliun dalam satu hari itu saja. Itu baru kerugian langsung. Kerugian akibat dampak berikutnya pasti lebih besar.
Inilah contoh konkret negara yang demokrasinya telah dewasa. Kesalahan bisa segera diperbaiki hanya dalam waktu lima hari. Kepentingan politik memang ada, tapi akal sehat tetap lebih utama.
Dari kejadian itu, saya semakin menghargai keputusan yang pernah diambil Presiden B.J. Habibie dan Presiden Megawati yang dengan cepat menyelesaikan utang-utang para konglomerat dulu itu. Tapi, karena suasana politik waktu itu lagi ’’kalut’’, keduanya jadi bulan-bulanan.