Laporan PBB Soal Utang Bikin Geger, Pengamat: Indonesia Jauh dari Konteks Gagal Sistemik
Ketidaksetaraan tersebut membuat negara-negara miskin dan berkembang harus membayar bunga utang yang tinggi untuk bisa mendapatkan pinjaman.
"Yang disampaikan PBB soal negara gagal sistemik itu lebih ke aspek risiko yang sistematis. Konteksnya adalah risiko sistematis pada global financial system atau di International Financial Architecture atau IFA," kata dia.
Dia pun tak sepakat jika Indonesia disebut sebagai negara gagal sistemik. Pasalnya, data pada 2022 memperlihatkan jikalau belanja kesehatan dan pendidikan lebih tinggi ketimbang membayar bunga utang.
Pada saat itu, bunga utang yang harus dibayar Indonesia sebesar Rp 386,3 triliun sementara belanja pendidikan dan kesehatan Indonesia pada tahun yang sama mencapai Rp 649,3 triliun.
"Data ini menunjukkan belanja kesehatan dan pendidikan sudah otomatis jauh dari angka total pembayaran bunga utang kita tiap tahun. Artinya dari sisi kategori yang dibikin oleh PBB, ya Indonesia tidak masuk di situ," tuturnya.
Maftuchan menambahkan Republik Zambia bisa menjadi contoh negara gagal sistematis yang dimaksud oleh PBB.
Negara yang berada di Afrika bagian selatan tersebut baru saja mengajukan restrukturisasi dan penjadwalan ulang untuk pembayaran utangnya yang berjumlah kurang lebih USD 6 miliar lewat forum G20 dan Paris Club.
Zambia masuk klasifikasi gagal sistematis lantaran mengajukan pinjaman utang ke International Monetary Fund (IMF) demi bisa membayar bunga utang negara. (mcr4/jpnn)