Lembaga Kebudayaan Betawi Tak Persoalkan Ahok Jadi Gubernur
jpnn.com - GAMBIR - DPRD DKI Jakarta resmi mengumumkan Basuki T. Purnama sebagai gubernur DKI definitif melalui paripurna pada Jumat lalu (14/11). Itu artinya, Ahok, sapaan akrab Basuki, merupakan gubernur DKI kedua dari etnis Tionghoa, setelah Henk Ngantung yang menjadi gubernur pada 1964-1965.
Tokoh Betawi pun bertekat untuk mengawal dan memberi dukungan penuh terhadap kepemimpinan Ahok. Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi, Yahya Andi Saputra, tidak mempersoalkan warga Jakarta dipimpin dari kalangan etnis Tionghoa. Dia menilai kinerja Ahok selama menjadi Wagub cukup bagus, khususnya dalam bidang reformasi birokrasi dan pembenahan pelayanan di tubuh pemprov.
Bagi dia, warga Jakarta tidak pernah memandang pemimpin dari etnis dan agamanya, tapi dari kinerja dan kualitas pelayanannya kepada warga ibu kota. "Kalau ada yang menolak saya pastikan bukan mewakili orang Betawi," ujarnya kepada Jawa Pos, Sabtu (15/11).
Menurut pria yang lebih akrab disapa Bang Yahya itu, warga Jakarta tidak pernah mempersoalkan latar belakang gubernur mereka. Asli dari warga Betawi atau tidak. Bahkan, dalam sejarah Jakarta, gubernur DKI yang asli anak Betawi hanya Fauzi Bowo, gubernur DKI periode 2008-2012. Sementara, sisanya berasal dari luar Betawi, misalnya, Sutiyoso dari suku Jawa dan Ali Sadikin dari suku Sunda. "Ini membuktikan bahwa warga Jakarta sangat terbuka dengan semua golongan," tegasnya.
Dia berharap semua pihak memberi waktu kepada Ahok untuk bekerja. Jangan menggangu dengan isu-isu yang berupaya membenturkan Ahok dengan warga Betawi. Bagi dia, Jakarta saat ini membutuhkan pemimpin yang peduli dan memberi perhatian lebih terhadap warga Jakarta. Termasuk menjadi yang utama dalam upaya merawat dan melestarikan budaya Betawi. Program yang berorientasi untuk pelestarian budaya Betawi harus semakin digalakkan setiap tahunnya. "Masyarakat Jakarta tentu mengharapkan pemimpin yang bisa merawat nilai kebudayaan mereka," katanya.
Meski begitu, Yahya memberi catatan untuk Ahok. Pertama, jangan pernah mengeluarkan kebijakan yang berpotensi menimbulkan konflik kebudayaan dan agama di Jakarta. Jangan pernah membuat peraturan daerah (Perda) atau intruksi gubernur (Ingub) yang merugikan salah satu agama tertentu, khususnya Islam yang menjadi mayoritas.
Hal itu menyikapi keputusan Ahok beberapa waktu lalu yang melarang warga DKI menjual hewan kurban di trotoar. "Ini (ibadah kurban) ini bagian dari ajaran agama, jadi Ahok harus hati-hati menyangkut persoalan seperti ini," kata dia.
Kedua, lanjut dia, mantan bupati Belitung Timur itu harus menjaga omongannya. Baik terhadap warga biasa, PNS di lingkungan pemprov, maupun DPRD DKI. Ahok yang selama ini dikenal sebagai politisi yang ceplas-ceplos dan gemar mengeluarkan kata-kata kasar di media harus dikurangi. Dengan demikian, pernyataan Ahok tidak selalu melahirkan kontroversi di tengah-tengah warga ibu kota. "Kalau catatan ini bisa dijalani, saya optimis warga Jakarta akan bulat mendukung kepemimpinannya," kata Yahya. (fai)