LHK Hadir untuk Sentani, Kawal Perbaikan Tata Ruang
Penataan permukiman dan peninjauan kembali tata ruang, (termasuk skema-skema adaptasi) dalam pengurangan resiko bencana direkomendasikan melalui koordinasi multipihak.
"Rehabilitasi lahan terbuka tetap dilakukan, bahkan ditingkatkan dari semula 1.000 ha menjadi 2.500 ha," tuturnya.
Selain itu, KLHK memantapkan kawasan cagar alam juga menjadi keharusan melalui rekonstruksi batas cagar alam yang berbatasan dengan areal aktivitas manusia agar terdapat kejelasan tata kelolanya.
Pembentukan satgas penanganan dan posko informasi bencana Sentani menjadi instrumen pengendalian dan pemutakhiran strategi pengurangan resiko bencana serta pengawalan agar rencana aksi yang telah didesain dapat terlaksana dengan baik. Intervensi bangunan
Konservasi Tanah dan Air (KTA) seperti Saluran Pembuangan Air (SPA) dilakukan untuk meningkatkan stabilitas lahan di titik-titik rawan longsor.
Kontinyuitas proses penegakan hukum dalam kerangka Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam (GNPSDA) dengan supervisi KPK dan penyelesaian tata kelola perizinan selalu didorong untuk memperkecil peluang penyimpangan tata kelola yang berdampak merugikan.
"Itu semua merupakan upaya penyesuaian agar bencana tak terulang. Pada dasarnya bencana hanya ada di persepsi manusia, alam hanya mencari kestabilan," pungkasnya. (flo/jpnn)