Markoem, Si Perajin Biola Handmade
Biola Bagus Bergantung pada Kayu dan PembuatnyaMarkoem muda sempat menjajal berbagai pekerjaan. Di antaranya, bekerja di industri ekspor-impor tembakau. Pekerjaan tersebut mengantarnya ke Jerman. Dia dikenal sebagai pelaku dagang dengan komoditas bahan baku rokok berkualitas wahid.
’’Kalau ngomong dagang, ada satu prinsip yang saya pegang. Jangan ngambil barang orang secuil pun,’’ tegasnya.
Keteguhan Markoem membuahkan kepercayaan klien dan atasan. Pindah-pindah perusahaan dan bidang keahlian, tampaknya, bukan hal sulit buat Markoem. Seperti kata pepatah, jodoh memang tidak ke mana.
Bekerja di bidang pelayaran mulai usia 13 tahun membuat suami Siti Nafsiah tersebut bertemu banyak orang dari berbagai latar belakang. ’’Perwira, kapten, sampai anak buah kapal, ternyata banyak yang bisa memainkan biola,’’ katanya.
Markoem sedikit demi sedikit belajar lagi tentang biola lewat pengamatan dan tanya jawab dengan mereka. Rehat dari urusan pelayaran pada 1995, pria pencinta musik klasik tersebut mulai membuat biola. Kebetulan, selama berlayar, Markoem telah mencicil modal usaha. Mulai kayu hingga buku-buku tentang biola.
Pria yang pernah menekuni fotografi analog itu juga mempelajari teknik pembuatan alat musik empat dawai tersebut. ’’Yang penting itu dua. Kayunya bagus sama yang bikin pinter. Jadinya pasti gini,’’ ucapnya sambil menunjukkan jempol.
Untuk membuat biola yang bersuara medhuk atau empuk, butuh kayu yang cukup tua. Di permukaaan bahan pun, tidak boleh ada tanda bekas ranting atau dahan. Tandanya, lanjut pengidola Addie M.S. itu, dalam 1 cm kayu ada lebih dari tujuh serat penampang. Makin banyak seratnya, makin bagus kualitas kayunya.
Jika sudah menemukan as atau poros kayu, barulah Markoem membuat pola. Pertemuan sisi kanan dan kiri harus tepat di tengah, yakni di as kayu. Setelah itu, pola biola digambar di kayu bahan setebal 2 cm itu. Jika sudah pas –sisi kiri dan kanan seimbang–, barulah kayu dipotong.