Ma’ruf Cahyono: Pembangunan Hukum Lebih Strategis Ditempatkan Dalam Haluan Negara
Ketiga, meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan aparat penegak hukum.
“Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN diundangkan, mekanisme pembangunan nasional mengalami perubahan, yang sebelumnya diatur dan dituangkan dalam GBHN menjadi diatur dalam SPPN melalui pendekatan politik, teknokratik, partisipatif, atas-bawah (top-down), dan bawah-atas (bottom-up),” papar pria kelahiran Banyumas ini.
Dalam kenyataannya, lanjut Ma'ruf, bidang hukum dalam SPPN masih pada tataran normatif (regulatif) saja, sedangkan aspek budaya hukum tidak tersentuh secara eksplisit.
“Kerangka kebijakan regulatif ini dapat terlihat jelas dalam Pasal 4 Ayat 3 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN, yang menyatakan bahwa RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi dan program presiden,” katanya.
Dengan demikian, Ma'ruf menegaskan, secara konstitusional agenda pemilihan presiden yang terjadi dalam periode lima tahunan, maka memungkinkan arah pembangunan hukum dapat saja berganti dikarenakan setiap presiden akan menyusun arah kebijakan pembangunan hukum sesuai dengan visi dan misi masing-masing.
Bahkan, lanjut dia, visi, misi dan program kerja presiden terpilih, yang selanjutnya disusun sebagai RPJM Nasional) ternyata dalam beberapa hal, menyangkut materi dan arah pencapaian program, berbeda dengan visi, misi dan program kerja kepala daerah gubernur, bupati dan wali kota terpilih.
"Maka, dapat terjadi perbedaan implementasi RPJM Nasional dengan RPJM Daerah. Perbedaan ini akan memberikan konsekuensi berbedanya arah pembangunan hukum pada tingkat nasional dengan daerah,” papar alumni program doktor ilmu hukum Universitas Jayabaya ini.
Karena itu, Ma’ruf menegaskan bahwa peletakan arah pembangunan hukum nasional di GBHN, jauh lebih strategis daripada dalam UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN.