Masuk Pungli Terbesar, Ini Reaksi Pemkot Surabaya
Uang Rp 110 juta itu dipakai untuk pengurusan satu paket komplet izin usaha. Mulai izin domisili, surat keterangan rencana kota, izin mendirikan bangunan, sampai dokumen lingkungan. Lama pengurusan hanya tiga bulan. ”Biaya itu juga sudah termasuk ongkos koordinasi. Entah apa maksudnya koordinasi itu. Apakah dengan atasan atau bagaimana?” imbuh Agus.
Hanya, yang membuat dia heran, ada seorang oknum di lingkungan Satpol PP Surabaya yang terlibat. Dalam penelusuran di kecamatan dan kelurahan, petugas satpol PP itu juga disebut. ”Dia bukan petugas biasa. Tapi, punya eselon,” tambah Agus.
Agus menuturkan, bukti rekaman dan hasil analisis dalam bentuk dokumen itu sudah diserahkan kepada perwakilan Pemkot Surabaya pada Senin (22/12). Tujuannya, pemkot bisa melakukan perbaikan internal. ”Kami tidak punya niat merusak. Hanya ingin memberikan masukan bahwa ada celah yang harus diperbaiki,” imbuhnya. Dengan alasan itu pula, identitas para oknum pungli tersebut disamarkan.
Celah yang mudah mengundang pungli, antara lain, pengurusan SKDU. Surat tersebut memang tidak terkait langsung dengan pengurusan izin usaha yang dikeluarkan pemkot. Tapi, SKDU diperlukan untuk pengurusan nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan pengurusan pembuatan akta perusahaan.
Sayangnya, penerbitan SKDU tidak jelas. Ombudsman menemukan ada lurah yang bisa membuat. Tapi, ada juga camat yang menerbitkan. Selain itu, tidak jelas retribusi yang dikenakan. Aturan yang masih abu-abu itulah yang dimanfaatkan pejabat di lingkup kelurahan atau kecamatan untuk mengais rupiah.
Aturan yang masih samar-samar juga ditemukan dalam pengurusan izin pendirian minimarket. Sejauh ini dewan pernah menggedok perda tentang penyelenggaraan toko modern. Tapi, perda tersebut belum diterapkan.
Kepala Badan Koordinasi Pelayanan dan Penanaman Modal yang membawahkan UPTSA Eko Agus Supiadi Sapoetro menuturkan bahwa asas praduga tidak bersalah dikedepankan dalam mengungkap masalah tersebut. Dia juga belum sepenuhnya yakin bahwa orang yang ditemui ombudsman itu benar-benar petugas UPTSA. ”Bisa jadi itu orang luar atau biro jasa yang mengaku-ngaku pegawai kami,” ujar dia.
Di UPTSA ada 91 pegawai. Sebanyak 42 orang di antaranya berstatus PNS. Selebihnya bukan. Eko menuturkan, dirinya turut hadir dalam rilis ORI di Jakarta itu. Selain dia, ada asisten administrasi umum Hadisiswanto Anwar dan Kepala Inspektorat Sigit Sugiharsono. ”Kami segera menindaklanjuti hasil investigasi itu,” ujar dia.