Matangkan Revisi UU Fidusia demi Dongkrak Posisi RI di EoDB
jpnn.com, BOGOR - Sekretaris Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Sesditjen AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Agus Nugroho Yusup mengharapkan kajian Rancangan Undang-Undang (UU) Jaminan Fidusia bisa selesai 2017 ini.
Menurutnya, Ditjen AHU pada Senin lalu (25/9) telah menggelar focus group discussion (FGD) guna membahas rencana perubahan Undan-Undang Fidusia demi menaikkan peringkat Indonesia di Ease of Doing Business (EoDB) World Bank.
“Alasannya supaya hasil kajian tersebut dapat diajukan pada Badan Legislasi DPR dan masuk pada Program Legislasi Nasional tahun depan,” ucapnya, Jumat (29/9).
Direktur Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Dhahana Putra menjelaskan, ada tiga permasalahan dalam penyusunan RUU tentang Revisi UU Jaminan Fidusia. Yang pertama adalah permasalahan substansi terkait keinginan dan kebutuhan di masyarakat.
Permasalahan kedua adalah format kualitas penelitian/pengkajian. Yang ketiga adalah adanya ego sektoral untuk menjadikan naskah akademik naskah RUU Jaminan Fidusia menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Dhahana mengungkapkan bahwa dari ketiga permasalahan itu, banyak masyarakat tidak mengetahui secara jelas manfaat UU Fidusia. Padahal, prinsip dasar sebuah peraturan perundang-undangan yang baik itu adalah menyelesaikan permasalahan dan menjawab kebutuhan masyarakat. “Bukan justru menimbulkan sebuah masalah baru," ungkapnya.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kemenkumham Risma Indriyani menambahkan, latar belakang perlunya perubahan atas UU Jaminan Fidusia karena terdapat berbagai kekurangan dalam regulasi itu. Di antaranya tentang pendaftaran fidusia dan penghapusan piutang.
Lebih lanjut Risma menjelaskan, hingga saat ini jaminan fidusia masih didominasi kendaraan bermotor saja. Padahal, jangkauan jaminan fidusia sangat luas dan dapat menyasar objek lainnya.