Meletakkan Konstitusi dalam Proses Demokrasi dan Pemilu di Indonesia
Oleh: Jazilul Fawaid (Wakil Ketua MPR RI)Ambivalensi demokrasi
Persoalan-persoalan dalam pelaksanaan demokrasi dan pemilihan umum yang berpijak pada konstitusi tidak hanya bersifat teknis saja seperti di atas.
Ada kendala lainnya yang bersifat normatif dan filosofis, yang mana kendala ini lazim juga ditemui di negara-negara lainnya yang menjalankan praktek demokrasi.
Seperti yang dinyatakan MacIver (1961) bahwa demokrasi, termasuk pemilihan umum sebagai teknis demokrasi, sebagai praktek penyelenggaraan negara tidak akan pernah sempurna.
Dalam demokrasi sendiri terdapat konsepsi-konsepsi yang tidak kompatibel, seperti kontestasi antara demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan, demokrasi politik dan demokrasi sosial, demokrasi konsensus dan demokrasi suara terbanyak, termasuk pada tataran yang paling filosofis; demokrasi sebagai deskripsi (narasi) atau preskripsi (resep dan solusi).
Untuk memfilter diri dari ambivalensi demokrasi itu sendiri, yang terkadang bersifat multitafsir dalam implementasinya, penting untuk selalu meletakkan segala sesuatunya pada daulat rakyat, termasuk juga meletakkan konstitusi dalam kerangka daulat rakyat.
Daulat rakyat jugalah yang akan menentukan apakah perdebatan mengenai amendemen konstitusi yang menyita perhatian publik akhir-akhir ini memungkinkan untuk dilaksanakan.
Semuanya berpulang pada kehendak rakyat. (***)