Meletakkan Konstitusi dalam Proses Demokrasi dan Pemilu di Indonesia
Oleh: Jazilul Fawaid (Wakil Ketua MPR RI)Iklim kondusif bagi tumbuhnya partai politik dengan beragam platform, eksistensi media massa sebagai pilar baru demokrasi, serta munculnya masyarakat madani (civil society) sebagai unsur infrastruktur politik yang menjalankan fungsi checks and balances dengan melakukan pengawasan dan memberikan masukan kepada pemerintah yang bertindak sebagai elemen dasar suprastruktur politik.
Hal lainnya yang mencerahkan adalah komitmen pemerintah untuk menjalankan demokrasi secara terukur dan transparan melalui penetapan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yang menekankan pada tiga variabel utama, yakni hak-hak politik, kebebasan sipil, dan institusi demokrasi.
Seperti halnya demokrasi secara umum, pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia juga berpijak pada prinsip konstitusionalisme.
Pemilihan umum yang pada hakikatnya merupakan saluran bagi rakyat untuk menyuarakan aspirasi dan hak politik mereka dalam mewujudkan sirkulasi kepemimpinan bagi wakil-wakilnya yang akan duduk di level eksekutif maupun yudikatif dilaksanakan dengan merujuk pada prinsip demokrasi dan daulat rakyat.
Rakyat bertindak langsung sebagai direct voters di semua level pemilihan, baik pemilihan umum presiden, pemilihan umum kepala daerah, hingga pemilihan umum legislatif; nasional maupun daerah.
Untuk memperkokoh penyelenggaraan pemilihan umum yang berbasis konstitusi, lembaga-lembaga pemilihan umum, seperti KPU, Bawaslu, juga diperkuat fungsi dan peranannya agar mendukung penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional dan demokratis.
Harus jujur diakui bahwa masih banyak problematika dalam pemilihan umum saat ini, seperti adanya dual legitimacy antara eksekutif dan legislatif sebagai konsekuensi sama-sama dipilih langsung oleh rakyat, ambang batas pencalonan presiden, rezim pelaksanaan pemilihan umum secara serentak yang sangat costly, dan masih banyak lagi.
Namun demikian, pencapaian hari ini harus tetap diapresiasi.