Membangun Mimpi dari Atas Atap
dahTiap hari Rustono mendatangi restoran di Kyoto. Menawarkan terus tempenya. Dari pintu ke pintu.
Tidak mudah membuat orang asing membukakan pintu. Untuk orang tidak dikenal. Apalagi berwajah asing.
Sudah bisa diduga: tidak ada yang mau menerimanya.
Rustono tidak putus asa. Tekadnya sudah terlalu bulat untuk jadi pengusaha. Lebih banyak lagi restoran yang ia datangi. Tidak juga ada yang mau.
Mendatangi terus. Ditolak terus.
Setelah berhari-hari gagal, ia sampai pada putusan ini: memberikan tempenya begitu saja. Ke pemilik sebuah restoran.
Caranya: saat menemui pemilik restoran terakhir itu ia tidak bicara apa pun. Ia langsung pegang tangan pemilik restoran itu. Ia taruh tempenya di telapak tangannya. Lalu ia tinggal pergi.
Cara itu ia lakukan karena terpaksa. Kalau Rustono minta izin dulu pasti ditolak. Biarpun itu untuk memberikan tempenya secara gratis.