Memperkaya Sjamsul Nursalim, Eks Kepala BPPN Didakwa Korupsi
Keputusan itu tertuang dalam Keputusan No. KEP. 02/K.KKSK/02/2004 yang menyetujui nilai uutang masing-masing petambak plasma ditetapkan setinggi-tingginya sebesar Rp 100 juta. Dengan keputusan itu pula maka ada penghapusan atas sebagian utang pokok secara proporsional sesuai beban masing-masing petambak plasma beserta seluruh tunggakan bunganya dan denda.
Selain itu, dengan terbitnya keputusan penanganan penyelesaian kewajiban debitur petambak plasma PT DCD, maka keputusan-keputusan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) sebelumnya yang memerintahkan porsi unsustainable debt seluruhnya ditagihkan kepada pemegang saham PT DCD dan PT WM dinyatakan tidak berlaku. Padahal, Dorodjatun mengetahui bahwa Sjamsul telah melakukan misrepresentasi dan diharuskan untuk mengembalikan atau mengganti kerugian kepada BPPN berdasarkan laporan Tim Bantuan Hukum (TBH) KKSK tanggal 29 Mei 2002.
Setelah Syafruddin berhenti pada tahun 2004, pemerintah pun menerima laporan kinerja BPPN. Syafruddin melaporkan bahwa pihak Sjamsul Nursalim telah menyelesaikan pembayaran nilai aset petambak senilai Rp 1,1 triliun sesuai keputusan KKSK No.KEP.02/K.KKSK/02/2004 tanggal 13 Februari 2004 yang ditetapkan oleh Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Namun, saat pemerintah mengonfirmasi laporan itu, Syafruddin tidak bisa menjelaskan secara rinci tentang restrukturisasi dan pelunasan utang tersebut.
"Perbuatan Syafruddin telah menguntungkan diri sendiri, Sjamsul Nursalim dan korporasi hingga Rp 4,58 triliun. “Merugikan keuangan negara sejumlah empat triliun lima ratus delapan puluh miliar rupiah atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut," ujar JPU KPK.
Karena itu, KPK mendakwa Syafruddin telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Ancaman hukuman maksimalnya adalah 20 tahun penjara.(ce1/rdw/JPC)