Menakar Parliamentary Threshold
Dalam hal ini, semakin kecil perbedaan persentase raihan kursi partai politik dengan persentase perolehan suara, maka praktek sistem pemilu proporsional itu semakin sempurna. Di sinilah ketentuan ambang batas berpengaruh terhadap tingkat proporsionalitas hasil pemilu, karena besaran ambang batas mempengaruhi jumlah suara yang tidak terkonversi menjadi kursi.
Dalam sistem pemilu proporsional suara yang tidak ter- konversi menjadi kursi atau suara terbuang dikenal sebagai wasted votes, sedangkan dalam sistem pemilu mayoritarian, sering disebut sebagai spoiler votes.
Suara terbuang adalah total jumlah suara sah pemilih yang diberikan kepada partai politik, dan dalam proses penghitungan perolehan suara-kursi tidak menerima satu pun kursi perwakilan. Suara terbuang itu jelas mempengaruhi proporsionalitas penghitungan perolehan suara-kursi.
Jika persentase raihan suara tidak sama dengan persentase perolehan kursi, maka terjadi disproporsionalitas. Banyaknya suara terbuang tentu berdampak nyata terhadap meningkatnya disproporsionalitias hasil pemilu. Karenanya dibutuhkan kearifan dalam menentukan ambang batas parliamentary threshold ini.
Pada sisi yang lain, upaya untuk membatasi jumlah partai politik dengan penerapan ambang batas parlemen ini tidak sejalan dengan dibukanya kran munculnya partai-partai politik baru. Mudahnya persyaratan mendirikan partai baru, serta verifikasi pendirian partai politik yang mudah, telah memumculkan partai baru seperti jamur di musim penghujan.
Tidak heran jika setiap pemilu selalu hadir partai baru, yang sebetulnya berisikan aktor-aktor politik lama dari partai lama yang tidak mampu mencapai angka parliamentary threshold. Dalam bahasa lain, muncul baju baru pelaku lama, atau muka baru wajah lama.
Dalam pandangan penulis, agar pengaturan di dalam Undang-undang Pemilu ini nantinya selaras antara bagian satu dengan bagian lainnya, maka dengan kerangka besar konsolidasi demokrasi, seluruh bagian dari undang-undang ini sudah harus satu irama untuk mencapai penyederhanaan (baca: pembatasan) partai politik dalam rangka mencapai efektifitas pengambilan keputusan di dalam parlemen dan menciptakan stabilitas politik di masa-masa yang akan datang.
*) Ketua Pansus RUU Pemilu DPR