Menakar Potensi Skenario Tiji Tibeh di Timur Tengah
Serangan Israel yang bertubi-tubi di Gaza, Tepi Barat, dan Lebanon memicu kemarahan di kawasan ini, membuat pihak-pihak lain ikut terlibat.
Israel dengan kekuatan kubu Barat antara lain Amerika Serikat (AS), Inggris, Jerman dan Palestina dengan dukungan milisi yang dikatakan sebagai proksi Iran seperti Hizbullah Lebanon, Houthi Yaman, dan beberapa gerakan perlawanan di Irak dan Suriah.
Meski sudah setahun sejak konflik bersenjata dimulai pada 7 Oktober 2023, upaya perdamaian yang nyata belum terlihat jelas walaupun para pihak yang bertikai mendapati negaranya sudah babak belur.
Di Palestina, dampak dari serangan Israel sangat menghancurkan. Di Gaza, korban jiwa hampir mencapai 41.900 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, sementara lebih dari 97.000 lainnya terluka.
Di Tepi Barat, 740 warga tewas, sedangkan di Lebanon 1.204 orang tewas akibat dan ratusan ribu menyelamatkan diri ke wilayah yang dianggap aman dan negara tetangga akibat serangan Israel.
Perekonomian Palestina hingga awal 2024, antara 80 persen hingga 96 persen aset pertanian Gaza telah hancur, melumpuhkan kapasitas produksi pangan di wilayah itu dan memperburuk tingkat kerawanan pangan yang sudah tinggi. Kehancuran tersebut juga menghantam sektor swasta, dengan 82 persen bisnis, penggerak utama ekonomi Gaza, rusak atau hancur.
Produk Domestik Bruto (PDB) Gaza anjlok 81 persen pada kuartal terakhir 2023, yang menyebabkan kontraksi 22 persen untuk tahun tersebut secara keseluruhan.
Hingga pertengahan 2024, ekonomi Gaza telah menyusut menjadi kurang dari seperenam dari level 2022. Kondisi pasar tenaga kerja di Tepi Barat telah memburuk secara signifikan, dengan total 306.000 pekerjaan telah hilang, mendorong tingkat pengangguran di Tepi Barat dari 12,9 persen sebelum konflik menjadi 32 persen.
Stabilitas fiskal pemerintah Palestina berada di bawah tekanan yang sangat besar sehingga mengancam kemampuannya untuk berfungsi secara efektif dan menyediakan layanan-layanan esensial.