Menaker: Komitmen Pelindungan ABK Perikanan Indonesia Merupakan Hal Mutlak
Selain itu, permasalahan dualisme perizinan, lemahnya pendataan dan koordinasi antar K/L terkait, rendahnya kompetensi awak kapal perikanan, serta lemahnya pengawasan, diharapkan juga tidak lagi muncul.
Ida mengatakan substansi RPP Pelindungan Awak Kapal rujukan pengaturannya diambil dari instrumen internasional yaitu Konvensi ILO mengenai maritim (Maritime Labour Convention) dan Konvensi ILO Nomor 188 mengenai Pekerja di Sektor Perikanan, serta aturan perundang-undangan nasional terkait lainnya seperti di bidang pelayaran, kepelautan, serta perikanan.
Menurut Ida, pihaknya juga senantiasa melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan penempatan pekerja migran, termasuk yang menempatkan awak kapal perikanan, guna memastikan perusahaan ini dalam operasionalnya tidak melakukan pelanggaran aturan.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani menyatakan bahwa pokok permasalahan sulitnya penanaganan ABK perikanan di Indonesia, yakni muaranya adalah ketidakjelasan tata kelola penempatan ABK.
Hal ini dikarenakan masih terdapatnya tumpang tindih dalam memberikan izin penempatan bagi awak kapal yang ingin bekerja di kapal berbendara asing.
Benny memiliki harapan agar UU Nomor 18 Tahun 2017 dan peraturan turunan dari UU ini akan memberikan jawaban yang pasti bagi tata kelola, maupun pelindungan bagi awak ABK perikanan Indonesia.
“Kuncinya adalah jika sistem sudah kita buat dan diperkuat, maka kolaborasi dan koordinasi menjadi penting dalam menangani masalah awak kapal perikanan Indonesia," ungkap Benny.
Sebagai penutup, Menaker Ida mengapresiasi Indonesia Ocean Justive Initiative (IOJI) yang concern terhadap isu pelindungan awak kapal migran Indonesia.