Menangis, Pak Guru Cerita Detik-detik Dirampok KKSB
"Secara mendadak, kami juga tidak tahu kalau mereka (KKSB) mau datang. Kejadian tepat pada hari Jumat, jam tiga sore. Kejadian tersebut berlangsung sangat cepat, sangat kilat sekali kedatangan mereka, datang dan pergi sangat cepat," tuturnya kepada wartawan di Hanggar Bandara Mozes Kilangin Timika, Kamis (19/4) lalu.
Rano mengisahkan seperti apa perlakuan gerombolan KKSB kepada mereka. "Mereka menyandera kita sekitar 45 menit. Dengan kedatangan mereka, tidak tahu apa tujuan mereka. Kami ditodong, seperti yang bapak-bapak sudah dengar. Kami ditodong pakai senjata api, terus yang laki-laki dipisahkan dari perempuan, yang laki-laki ditodong, senjatanya di kepala. Yang perempuan dipukul, ditendang," jelas Rano sambil mengeluarkan air mata, seolah tidak mampu melanjutkan cerita pilunya.
Selain mendapat perlakuan kekerasan dari KKSB, sejumlah barang berharga milik mereka juga dibawa pergi gerombolan KKSB. "Berselang 45 menit, mereka kabur membawa hasil rampokan mereka berupa 10 buah HP, empat buah laptop dan sebagian bama (bahan makanan, red). Bahkan kita punya pakaian juga diambil semua," ucapnya.
Rano menyebut, jumlah KKSB yang mendatangi mereka kemudian melakukan kekerasan dan perampokan, berkisar 20-an orang. Namun semuanya membawa senjata api dan beberapa ada juga yang membawa senjata tajam.
"Sekitar 20 orang lebih, semuanya menggunakan senjata api. Ada yang menggunakan senjata api, terus ditambah parang juga, sangkur, pisau. Jadi kita tidak berdaya. Tidak bisa berbuat apa-apa ,hampir semuanya pegang senjata api," jelasnya.
Setelah gerombolan KKSB itu pergi ke dalam hutan, warga setempat kemudian menolongnya, sampai akhirnya datang pasukan yang mengevakuasi pada Kamis (20/4) pagi.
Saat proses evakuasi, Rano mengaku di satu sisi ia merasa tenang telah terselamatkan dan pergi dari lokasi itu. Namun di sisi lain yang tidak kalah membuatnya sedih adalah ketika membayangkan anak didik mereka yang harus ditinggalkan dan tidak tahu kapan akan kembali belajar lagi.
“Jujur kami (para guru yang dievakuasi, red) kembali ke kota sini, kamia sebenarnya juga sangat sedih, karena anak-anak yang kita tinggalkan di sana tidak dapat bersekolah lagi,” kata Rano sambil kembali menangis.