Mengapa Brunei Tidak Jadi Terapkan Hukuman Mati Bagi Homoseksual?
Brunei bertindak sebelum peninjauan PBB
Pengumuman Sultan muncul sebelum tampilnya Brunei di hadapan Peninjauan Umum Periodik di Dewan Hak Asasi Manusia PBB, hari Jumat ini, dimana negara-negara anggota memeriksa catatan hak asasi manusia suatu negara selama empat tahun terakhir.
Empat hari setelah SPCO diperkenalkan, Menteri Luar Negeri Brunei Erywan Pehin Yusof menulis surat ke Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR) untuk membela kebijakan tersebut, mengklaim bahwa hukum pidana syariah "lebih fokus pada pencegahan daripada hukuman".
"Tujuannya adalah untuk mendidik, mencegah, merehabilitasi, dan memelihara daripada menghukum," bunyi suratnya.
"Ini berusaha untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara melindungi hak-hak orang yang dituduh dan hak-hak para korban dan keluarga mereka."
Sejumlah negara, termasuk Australia, telah mengajukan keprihatinan dengan Brunei atas penerapan hukum pidana, yang juga dikecam oleh Komisioner HAM PBB Michelle Bachelet dengan menyebutnya sebagai "kejam".
Brunei, yang sampai sekarang membela undang-undang baru ini, kemungkinan akan menghadapi teguran pada tinjauan PBB hari Jumat.
Menurut Paula Gerber, direktur Pusat Hukum Hak Asasi Manusia Castan, "Sultan sepertinya terlihat mengatakan 'kami sudah berubah pikiran tentang ini, kami sekarang tidak akan menerapkan hukuman mati '. "
"Tapi kita seharusnya tidak bertepuk tangan dan bersorak, karena dia belum mencabut hukuman itu," katanya kepada ABC.