Mengorkestra Harmoni dan Sinergi jadi Satu Kesatuan
jpnn.com, JAKARTA - Jauh di bawah sadar, ada yang sangat esensial dari Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Triwulan I tahun 2017.
Ada spirit yang sangat kuat dan konsisten Menteri Pariwisata Arief Yahya tentang harmoni dan sinergi.
"Harmoni dan Sinergi bukanlah pilihan, tapi keharusan. Karena setiap industri merupakan satu kesatuan ekosistem, tidak satupun bisa berdiri sendiri, paling tidak, tak akan pernah hebat kalau berdiri sendiri," pesan Menpar Arief Yahya, di arena Rakornas di Hotel Borobudur, Jakarta, 30-31 Maret 2017.
Itulah alasan filosofis yang melatari Menpar Arief untuk membangun pariwisata secara bergotong royong, berbagi peran, maju bersama dalam kebersamaan. Dia mengibaratkan bermain simponi orkestra, akan menghasilkan nada yang indah, ketika dimainkan bersama-saman dalam satu kesatuan.
Kapan cello dimainkan, kapan violin digesek dan piano bermain, flute, clarinet, oboe, bassoon dan alat alat musik tiup dibunyikan, perkusi yang ditabuh, semua diatur di balik kertas partitur. Komposer yang hebat, mampu membuat menciptakan karya yang abadi, seperti musik-musik gubahan Beethoven, Mozart, Sebastian Bach, Franz Schubert, Chopin, Giussepe Verdi, dan lainnya.
Industri pariwisata juga begitu. Ada yang di sektor amenitas, seperti hotel, resort, restoran, cafe, spa, dan lainnya. Industri yang bergerak di akses, seperti airlines, rent a car, bus pariwisata, kapal penyeberangan, cruise dan lainnya. Lalu industri yang bergerak di atraksi, seperti theme park, dan lainnya. Jika diorkestrasi dengan baik, mereka akan berkembang lebih cepat, lebih terintegrasi. "Inilah Indonesia Incorporated," ucapnya.
"Bila harmoni dan sinergi digabungkan, maka hasilnya akan sangat luar biasa. Kebersamaan personal atauharmoni, bisa lebih dahsyat daripada kebersamaan professional atau sinergi. Karena, kebersamaan personal adalah kebersamaan orang (heart), tentang semangat, tentang spirit, tentang rasa dan ruh," jelas Menteri Arief Yahya.
Sedangkan kebersamaan profesional, menurut Arief, diikat oleh pekerjaan (head), tentang logika, tentang strategi, tentang raga dan rasio. "Jadi musuh kita, bukan kita, tapi mereka," sebut Arief yang mengaku harus meng-create "musuh" dari sebagai sparing partner, penyamangat, agar tidak terjebak dalam konflik diantara sendiri.