Menhan AS Tolak Keinginan Trump Kerahkan Militer Hadapi Perusuh, Ini Alasannya
jpnn.com, WASHINGTON - Keinginan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tentang pengerahan militer untuk meredam kerusuhan di berbagai kota ternyata tak sepenuhnya dituruti anak buahnya. Menteri Pertahanan AS Mark Esper termasuk yang menentang ide Trump itu.
Sebelumnya Trump meminta penerapan Undang-Undang Pemberontakan atau Insurrection Act of 1807 di berbagai negara bagian yang dilanda kerusuhan dan penjarahan. Namun, Esper dalam pernyataannya, Rabu (3/6) menentang keinginan Presiden ke-45 AS itu.
“Saya mengatakan ini tidak hanya sebagai menteri pertahanan, tetapi juga sebagai mantan tentara dan bekas Garda Nasional, opsi untuk menggunakan militer dalam peran penegakan hukum seharusnya hanya untuk usaha terakhir, serta hanya dalam situasi mendesak dan mengerikan,” ujarnya.
Mantan perwira US Army itu menegaskan, saat ini AS tidak dalam situasi itu. “Saya tidak mendukung penerapan UU Pemberontakan,” tegasnya.
Esper menggelar konferensi pers lantaran kebanjiran kritik setelah terlihat bersama Trump di Gereja St John, Washington DC pada Senin lalu (1/6). Dalam kunjungan itu Trump berpose di depan gereja sembari memegang Injil.
Kunjungan itu dianggap sebagai bagian dari ‘operasi foto’ untuk menunjukkan nyali Trump dalam menghadapi aksi kerusuhan di berbagai kota di AS menyusul maraknya protes atas kematian George Floyd, warga Afro-Amerika di Minneapolis pada 25 Mei lalu. Tak lama setelah kunjungan Trump, pihak berwenang menghalau pedemo menggunakan bom air asap dan gas air mata.
Namun, Esper mengaku tidak tahu soal operasi foto itu. “Saya tahu bahwa kami pergi ke gereja. Saya tak menyadari operasi foto sedang terjadi,” tuturnya.
Menteri berlatar belakang pelobi kontraktor pertahanan itu menambahkan, tentu Presiden Trump membawa media dalam jumlah besar saat mengunjungi gereja. Walakin, Esper justru mengisyaratkan bahwa dirinya telah terseret-seret dalam urusan operasi foto itu.