Menjaga Benteng Terakhir Jilatan Kepala Api
Dari lokasi ini tim Manggala Agni menuju jalan Semoga Jaya, Kelurahan Terkul. Dari jalan utama desa, tim mulai masuk ke jalan tanah. Perlahan tidak ada lagi pemukiman. Hanya tersajikan kesunyian dan kegelapan hutan.
Sekitar jam 21.00 WIB, setelah perjalanan hampir 5 Km, tim baru sampai di barak. Ini bukan barak permanen, melainkan pondok kayu seadanya yang merupakan bekas milik warga. Tidak ada listrik. Penerangan dibantu dengan alat genset yang dibawa khusus. Hanya ada beberapa lampu menyala, dan dianggap benar-benar perlu.
Hanya Andalkan Senter
Tidak ada tersedia kamar mandi. Hanya ada parit kecil mengalir di depan barak, yang dimanfaatkan tim Manggala Agni untuk aktivitas bersih-bersih setelah pulang dari memadamkan api. Untuk penerangan hanya mengandalkan senter seadanya.
“Kami biasanya berpindah-pindah mendirikan tenda di lokasi terdepan titik api. Kebetulan saat kebakaran hebat di desa Terkul, inilah lokasi paling terdekat, hanya berjarak 100 meter dari lokasi,” jelas Safrudin.
Udara memang bikin sesak. Aroma lahan terbakar sangat menyeruak. Asap masih dimana-mana. Namun bagi tim Manggala Agni, kondisi ini sudah biasa. Memang resikonya besar, mereka terpaksa harus berjaga-jaga. Jangan sampai semuanya tertidur karena lelah kerja seharian, lalu angin mendadak menghidupkan titik asap menjadi titik api, dan mengepung barak kayu mereka.
“100 meter dari sini adalah kepala api, tepatnya di Kelurahan Terkul. Disinilah awal mula kebakaran besar di Rupat. Masih banyak titik asap yang harus diwaspadai menjadi titik api,” ungkap Safrudin.