Menteri Asman: PNS Terlibat Politik Praktis, Pelayanan Publik Terganggu
Aturannya itu sudah ada, dan jelas sanksinya. Tapi kok masih banyak ASN yang nekad dan bandel? Menurut pengamat politik UIN Alauddin Makassar, Firdaus Muhammad, ada sejumlah alasan sehingga ASN terbetot arus memenangkan salah satu kandidat.
Pertama, perihal bargaining position ASN pasca pencoblosan.
"Hal ini sulit dibendung karena memang terkadang ada oknum-oknum PNS dilibatkan oleh pejabat tertentu atau melibatkan diri, dengan harapan mendapatkan jabatan strategis usai pemilihan nantinya," papar Firdaus pada suatu kesempatan.
Makanya, dia beranggapan, masih sangat sulit untuk menjaga netralitas PNS dalam perhelatan politik lima tahunan tersebut. Sebab, setiap PNS pun dinilai punya kepentingan tersendiri untuk karir pemerintahannya ke depan.
Konsekuensinya, kata Firdaus, beberapa PNS mesti jeli melihat peluang kepada siapa dia menyerahkan dukungannya kelak. "Karena kalau salah, bisa saja dia (PNS) di-rolling dari jabatannya dan dilempar ke jabatan yang tidak menguntungkan. Begitu pun sebaliknya," ujarnya.
Selain itu, dengan majunya incumbent, secara otomatis membuat beberapa PNS ikut memenangkan 'bos'-nya kembali. Meski, dikatakan Firdaus, hal tersebut akan dipoles dengan berbagai nuansa yang tidak secara terang-terangan mengampanyekan salah satu kandidat.
"Bahkan bisa saja incumbent sudah lama memainkan PNS dalam bentuk program-program dan itu tidak dapat diingkari. Peluang incumbent itu besar, karena memiliki simpul-simpul di PNS, yang mana itu pun berjejaring. Misalnya, safari ramadan atau bantuan dari Pemda, tapi sebetulnya itu pencitraan bagi pemimpinnya," jelasnya.
Dia cukup berharap, PNS tidak dipolitisasi atau dimobilisasi oleh salah satu kandidat, untuk menggiring ke suatu keputusan politik tertentu. Meski, Firdaus menganggap, hal itu begitu sulit untuk dilakukan.