Menteri LHK: Carbon Governance Kunci Regulasi Perdagangan Karbon
Dengan kata lain, pemerintah hanya tahu bahwa perusahaan memiliki izin di atas kertas, hanya berupa ijin tanpa wilayah, (tidak ada kewajiban yang bisa dilakukan dan tidak ada pembinaan oleh pemerintah RI), karena wilayahnya sudah dikuasai pihak lain (asing); bukan lagi menjadi sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dengan hak konstitusionalnya pada rakyat Indonesia. Indonesia bisa kehilangan wilayah negara atas nama bisnis dan voluntary.
Menerapkan metode sertifikasi karbon secara sembrono tanpa kendali Pemerintah akan dapat berimplikasi pada “melayangnya” juridiksi teritori wilayah dan dalam skala yang masif, menjadi bukan tidak mungkin kita hanya akan memiliki negara tanpa wilayah, atau virtual country. Dagang karbon secara sembrono jelas merongrong kewibawaan dan kedaulatan negara.
“Perdagangan karbon yang sembrono bisa merongrong kewibawaan dan kedaulatan negara. Untuk itu ada persyaratan untuk perdagangan karbon agar tidak membahayakan kedaulatan negara dan harus diatur oleh pemerintah atas nama kekuasaan negara,” tegas Menteri Siti sambil menambahkan salah satu ketentuan dan persyaratan perdagangan karbon adalah penggunaan metodologi untuk menghitung kinerja pengurangan emisi GRK.
Menurut Menteri Siti, sudah ada pengaturan dengan Permen LHK Nomor 21 tahun 2022 Pasal 60 Ayat (2) huruf F.
Methodologi yang dapat digunakan dalam penghitungan emisi yaitu: (1) metodologi yang telah disetujui oleh UNFCCC atau badan di bawahnya seperti Badan Pengawas CDM atau Badan Pengawas A6.4 Paris Agreement.
Kemudian, kedua yaitu methodologi yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPI-KLHK), selaku National Focal Point (NFP) UNFCCC Indonesia; atau (3) Ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN).
Metodologi memegang peran penting karena menjelaskan data aktifitas dan factor emisi yang digunakan serta metodologi penghitungan emisi yang dipakai.
Metodologi dan Verifikasi