Menteri Siti Lantik Tiga Pejabat Pimpinan Tinggi Madya
jpnn.com, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya melantik tiga pejabat pimpinan tinggi madya (eselon I) lingkup KLHK. Pelantikan dilaksanakan di Auditorium Manggala Wanabakti, Jakarta, Jumat (13/7).
Ketiganya yaitu Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc. sebagai Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Prof. Dr. Ir. Winarni D Monoarfa MS sebagai Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Pusat dan Daerah, dan Ir. Laksmi Wijayanti, MCP. sebagai Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam.
Dalam sambutannya, Menteri Siti mengatakan bahwa dia percaya para pejabat yang baru dilantik bisa menjalankan tugasnya dengan baik. “Pekerjaan atau tugas-tugas Dirjen dan Staf Ahli Menteri sebetulnya sama banyaknya dan sama repotnya, bedanya Dirjen lebih banyak operasi di lapangan, sedangkan Staf Ahli Menteri lebih banyak operasi berpikirnya. Jadi dua-duanya berat,” ujar Siti Nurbaya.
Dalam upaya pengendalian perubahan iklim, tantangan kedepan yaitu untuk mengaktualisasikan instrumen-instrumen yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Selanjutnya, bagaimana instrumen-instrumen tersebut diinformasikan, disosialisasikan, dan dilembagakan ke daerah serta publik (masyarakat). “Artinya harus dipahami dan diinternalisasikan kepada semua stakeholders,” tegasnya.
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim juga mempunyai tugas untuk menjalin kebersamaan dengan K/L lain. Selain itu, perlu juga bekerja sama dengan lembaga-lembaga di luar pemerintahan yang mempunyai tugas dan langkah strategis serta dapat berpengaruh dalam progres aktualisasi pengendalian perubahan iklim.
“Dari 29 persen target penurunan emisi GRK untuk Indonesia, 17 persen berasal dari sektor energi, dan 11 persen dari sektor kehutanan. Yang paling menjadi atensi internasional yaitu kombinasi energi. Pada rapat terbatas kabinet, Bapak Presiden mempertegas untuk mengaktualisasikan biodiesel,” tutur Menteri Siti.
Berkaitan dengan hal ini, interaksi dengan K/L lain serta hubungan pusat dan daerah menjadi penting di KLHK. Dalam UU tentang Otonomi Daerah, telah diatur bahwa salah satu ukuran hubungannya, selain administrasi dan keuangan, juga tata kelola lingkungan. Siti Nurbaya mencontohkan misalnya Ditjen Penegakan Hukum LHK dalam multilayer sistemnya, dan Ditjen PSLB3 dimana Undang-Undangnya lebih banyak bobotnya di pemerintah daerah. Tentu saja hal ini membutuhkan kelancaran dalam hubungan kelembagaan pusat dan daerah.
Menurut Siti Nurbaya, posisi Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam juga tidak kalah penting. Saat ini pemerintah tengah berpikir keras untuk sebuah artikulasi atau formulasi bagaimana persoalan sumberdaya alam hutan dan lingkungan mendapatkan dukungan finansial secara berkesinambungan (financing sustainability).