Menunggu Perintah Jokowi untuk Tertibkan Bahasa Asing
jpnn.com - Penggunaan bahasa asing yang makin marak di ruang publik sangat disayangkan. Mestinya, di ruang publik menggunakan bahasa negara (bahasa Indonesia). Ini untuk meningkatkan kecintaan masyarakat terutama generasi milenial pada bahasa Indonesia.
"Saya prihatin melihat taman kota, bandara, dan ruang publik lainnya lebih banyak dengan bahasa asing. Boleh pakai bahasa asing tapi hurufnya lebih kecil agar bahasa negara lebih menonjol," kata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Badan Bahasa Kemendikbud) Dadang Sunendar dalam taklimat media bertema Kongres Bahasa Indonesia XI, Rabu (24/10).
Hal ini diperparah dengan sikap kepada daerah yang cuek dengan kondisi tersebut. Tak heran bila ruang publik belum ramah dengan bahasa negara.
Upaya Kemendikbud membumikan bahasa negara, lanjutnya, terhalau oleh tidak adanya kewenangan memperbaiki langsung kesalahan berbahasa masyarakat. Selain itu dalam UU 24/2009 tidak ada sanksi dan denda bagi pengelola ruang publik yang lebih menonjolkan bahasa asing.
Dadang mencontohkan, kerja sama Kemendikbud dengan dinas terkait Pemprov DKI Jakarta. Ujung-ujungnya tetap saja perbaikan revisi dilakukan langsung oleh pemda. Itu berarti, kuncinya ada di pemda. Sebab urusan perizinan keluarnya dari Pemda.
Di sisi lain ada Permendagri tentang pedoman bagi pimpinan daerah mengutamakan bahasa negara. "Jadi aturannya sudah ada tapi hasilnya masih begini. Itu sebabnya kami butuh penguatan dari yang lebih tinggi lagi, yaitu presiden," ucapnya.
Dulu tahun 1980-an ada perintah Presiden Soeharto untuk tertibkan ruang publik dan itu cukup berhasil. Sekarang harapannya begitu kepada Presiden Jokowi. Kemendikbud butuh satu kalimat perintah saja dari presiden. Tertibkan ruang publik dari bahasa asing.
"Bahasa negara, daerah, dan asing penting. Namun, jangan salah penempatannya. Jika mau renang jangan pakai batik tapi baju renang. Bahasa juga sama. Ketika bicara resmi harus bahasa negara," tandasnya.