Mimpi Besar Menpar Setelah Menuntut Ilmu ke Negeri China
Menpar Arief Yahya yang ahli di teknologi informasi itu menyebut digital online itu dengan istilah LBP –Look, Book, Pay-, system pencarian, system pemesanan dan system pembayaran. “Awalnya mereka menjaring publik melalui online yag mencari info paket wisata dan destinasi. Baidu menyediakan ribuan data dan alternative yang dibutuhkan costumers. Proses searching inilah yang saya sebut look,” kata Arief Yahya.
Baidu, adalah Google-nya Tiongkok. Setelah yakin dengan pilihannya, mereka masuk stage dua, yakni book, atau pemesanan. Di sinilah peran Ctrip, sebagai tour operator travel agent, yang bisa langsung sampai ke commerce atau pembayaran (pay)-nya. Semua proses ini cukup di depan computer atau dari layar smartphone.
“Mereka bisa melakukan tiga tahap itu di mana saja, kapan saja. Inilah games dalam bisnis tour operator dan travel agent saat ini dan ke depan. Kalau kita tidak segera masuk ke digital online platform seperti ini, pasti akan tertinggal dan sulit bersaing di level global,” kata Arief Yahya.
Pola yang sama juga terjadi antara TripAdvisor dan Booking.Com. Look-nya ada di TripAdvisor, situs nomor satu dan paling dipercaya soal tour and travel. Kekuatan utama TripAdvisor adalah sudah menjadi tempat curhat dan testimonial para wisatawan dari seluruh dunia. Komentar yang diposting di website itu sangat original, dan menjadi rujukan bagi travellers dalam membuat planning. Level booking dan payment dilakukan melalui booking.com.
“Di Eropa dan Amerika 80 persen orang yang eksplore untuk leisure, berwisata, melalui TripAdvisor, melakukan booking. Hanya 20 persen yang tidak jadi memesan,” jelasnya.
Lalu apa yang akan dilakukan Kemenpar? Ketiga model bisnis TA TO itu sudah bergeser cepat ke digital? Perang biro travel konvensional sudah semakin terdesak, dan makin ditinggalkan oleh anak-anak muda? “Suka tidak suka, mau tidak mau, kita harus ikut berkompetisi di sana. Kemenpar akan membuatkan digital market place, buat para pelaku bisnis tour operator and travel agent,” jelas Menpar.
Market Place itu semacam etalase yang berisi paket-paket pariwisata inbound ke destinasi Indonesia. Seperti mall-nya traveller, tempat mencari, membooking, sampai ke skema pembayaran online. Platform dan mesinnya tengah dirancang, nanti akan dioperasikan oleh pihak ketiga, dan dipromosikan oleh Kemenpar. “Mall atau pasar wisata online itu sendiri harus dikenal public, karena itu akan dipromosikan dengan metode POSE –paid media, own media, social media dan endorser juga,” kata dia.
Tentu, cara digital yang akan ditempuh Arief Yahya ini akan berdampak pada industry yang bersikukuh dengan gaya lamanya. Orang mau berwisata harus datang, lalu transaksi di sana. Cara konvensional ini cepat atau lambat akan ditinggalkan, karena tidak bisa bersaing lagi. “Sama dengan dulu ketika memimpin PT Telkom, harus menghapus Wartel dan Warnet yang jumlahnya sudah 120 ribu outlet di seluruh Indonesia. Sama suasananya. Coba sekarang, cari warnet kalau masih laku?” ungkap Arief Yahya.