Minta Wewenang Penyidikan, Kejaksaan Dinilai Terlalu Serakah
jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar draf Revisi UU Kejaksaan menimbulkan kesan Kejaksaan Agung ingin mengambil semua wewenang dan tugas dalam penegakan hukum. Pasalnya, revisi tersebut akan memberi kejaksaan wewenang melakukan penyidikan.
“Ya serakah, terkesan jaksa selain menjadi penuntut, penyidik juga, advokat juga. Karena itu, harus dibatasi,” kata Fickar kepada wartawan, Sabtu (26/9).
Menurut dia, kewenangan jaksa sebagai penyidik harus dibatasi dan diletakkan pada proporsinya yakni hanya menangani perkara tindak pidana tertentu saja. Karena, selama ini penyidikan selain polisi juga bisa dilakukan oleh PPNS atau penyidik PNS Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jadi jika ingin diberikan fungsi penyidikan, itu hanya pada tindak pidana tertentu saja seperti tipikor (tindak pidana korupsi) dan TPPU (tindak pidana pencucian uang). Jadi harus jelas dan pasti dalam perkara apa, bukan dalam arti penyidik secara umum,” ujarnya.
Selain itu, ia mengatakan wewenang jaksa sebagai ahli hukum lain (tata usaha negara perdata) juga harus bersifat konsultatif saja bagi pemerintah. Karena, fungsi operasionalnya merupakan bagian dari wilayah kerja profesi advokat. “Jangan mengambil peran profesi advokat,” jelas dia.
Di samping itu, Fickar mengatakan secara universal dimana pun belahan dunia bahwa jaksa itu hadir dalam konteks sistem penegakan hukum yang berfungsi sebagai penuntut umum tunggal dan pelaksana eksekusi hukumannya.
Sementara, ia juga mengkritisi fungsi intelijen kejaksaan. Menurut dia, menyadap tidak boleh diberikan secara umum tanpa izin pengadilan. Sebab, jaksa dalam status dominis litis hanya dapat mengendalikan khusus perkara pidana.
“Karena itu, penyadapan pun harus dalam konteks perkara pidana dan tetap harus ada izin pengadilan,” tandasnya. (dil/jpnn)