Refleksi Akhir Tahun 2024 Tentang Penegakan Hukum di Indonesia
Oleh: Agus Widjajanto - Praktisi hukum di Jakarta sekaligus Pemerhati masalah Sosial Budaya dan Sejarah Bangsanyajpnn.com - Bulan Nopember 2024 lalu, dua bulan menjelang akhir tahun kita dikejutkan dengan ditangkapnya mantan Pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar dengan barang bukti, uang dalam bentuk rupiah dan dolar beserta logam mulia di rumahnya.
Nilainya hampir Rp 1 triliun, diduga kuat merupakan hasil dari pengurusan perkara di Mahkamah Agung (Kompas.com, 6 Nopember 2024).
Hal ini tidak mengejutkan dengan melihat perkara-perkara yang sudah diputuskan baik dari tingkat pengadilan pertama, banding hingga tingkatan paling tinggi di Mahkamah Agung yang kerap sangat kontroversi, jauh dari rasa keadilan masyarakat.
Rakyat dan seluruh warga negara sebenarnya mendambakan adanya keadilan dan sistem hukum beserta penegakan hukumnya dengan proses peradilan yang jujur dan berkeadilan, sesuai dalam amar putusan yang selalu mengatas namakan "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Namun, seperti yang telah kita lihat sendiri, masih jauh dari harapan warga negara, dimana negara ini dibentuk berdasarkan hukum (Recht State) bukan negara berdasarkan Kekuasaan (Macht state).
Banyak kasus besar hingga kasus kecil yang berhubungan dengan yang kuat secara ekonomis selalu terjadi putusan yang berat sebelah.
Hukum merupakan alat untuk memcapai keadilan hanyalah Lips Service belaka. Yang terjadi adalah hukum merupakan subordinat dengan kekuasaan, baik kekuasaan secara politis maupun kekuasaan menyangkut institusi dari hukum itu sendiri, bahkan bersubordinat dengan kekuasaan dari para penegak hukumnya.
Bukan rahasia lagi dimana hukum sudah dijadikan lahan bisnis untuk mendapatkan keuntungan seperti halnya dalam hukum dagang, dimana lebih kuat secara ekonomi memberikan kontribusi dagang disitulah akan menang.