MK Powerful dan Kerisauan Haedar Nashir
Oleh Dhimam Abror Djuraidjpnn.com - Ketua PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir risau dengan perkembangan politik nasional. Salah satu yang menjadi sorotannya ialah Mahkamah Konstitusi yang disebutnya sebagai lembaga ’powerful’ atau punya kekuatan besar.
Prof. Haedar terkenal santun dan tidak suka melakukan dramatisasi. Oleh karena itu, pernyataan soal 'powerful' itu pasti dipilih dengan hati-hati untuk menggambarkan lembaga yang sangat kuat.
Salah satu yang merisaukan Haedar ialah keputusan MK tentang perpanjangan masa jabatan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari empat tahun menjadi lima tahun. Keputusan itu diprotes bayak pihak karena dicurigai ada agenda terselubung di baliknya.
Muhammadiyah tidak sekadar risau, tetapi juga menggugat keputusan MK itu ke pengadilan tata usaha negara (PTUN). Sebuah keputusan yang bersifat open legal policy seharusnya dikembalikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), bukan diputuskan oleh MK.
MK merupakan lembaga yang lahir pascareformasi. Sebelum ada MK, Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenangmenjadi penjaga demokrasi.
Namun, setelah reformasi, kewenangan MPR dipereteli sampai menjadi aksesori belaka. UUD 1945 sudah mengalami perombakan total melalui amendemen yang mengubah demokrasi Indonesia menjadi liberal.
Kwik Kian Gie masuk dalam barisan tokoh yang mengritik UUD hasil empat kali amendemen yang mentransformasi konstitusi itu menjadi UUD 2002.
Banyak perubahan mendasar yang membawa Indonesia menuju demokrasi liberal ala Amerika. Banyak lembaga baru yang lahir dalam bentuk komisi yang punya kewenangan besar.