Modal Habis Rp 30 Juta, Karya Tak Laku-Laku
Sejak saat itu hingga 2012, suami Kukuh Sari Pamungkas itu mengaku kebanjiran order dari berbagai kota besar. Seperti butik-butik yang ada di Semarang, Jogjakarta, Jakarta, Bandung, dan Magelang.
”Puncaknya pada 2013. Setelah ada instruksi Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito agar pejabat pemkot, BUMN, dan BUMD memakai batik. Selama enam bulan saya overload pesanan,” kata-nya.
Warga kampong Ringin Anom RT 01/RW 05, Kelurahan Kramat Selatan, Kota Magelang ini memaparkan, omzet dari penjualan itu digunakannya untuk mendirikan rumah batik nAnom, tak jauh dari rumahnya. Hingga kini, ia dibantu 12 pegawainya.
”Untuk yang laki-laki gaji bulanan dan bonus. Bagi ibu-ibu gajinya borongan, sebab ibu-ibu berangkatnya masih suka-suka dan sering ditinggal-tinggal, ya kadang nganter dan jemput anak, arisan, atau kondangan. Tapi tidak apa-apa,” katanya.
Bapak dua anak ini mengaku mendaftarkan dua motif khas nAnom. Yaitu, motif gethuk tumpah dan dayak.
”Sudah paten punya saya. Karena hak ciptanya nAnom Magelang. Walaupun begitu, ada juga loh yang menjiplak, sudah kami tegur dan sekarang berhenti. Karena ketahuan antara motif asli nAnom dengan yang palsu,” katanya.
Selain dua motif itu, ada motif lain yang diambil dari culture Magelang, ada watertorn, ada juga dari tanaman. Seperti melati, kanthil, daun ketela, sido dan sekar jagat gethuk, ada juga burung podang.
”Pilihan kultur sekitar, karena setiap coretan batik dipengaruhi apa yang per-nah dilihat, sehingga selain menghasilkan keindahan, juga bermakna,” urainya.