Mudzakir, Saksi Ahli Kubu Habib Rizieq Soroti Sejumlah Poin, Termasuk Soal Pasal yang Satu Ini
jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah selesai menggelar sidang praperadilan penetapan tersangka Habib Rizieq Shihab pada Kamis (7/1).
Sidang yang beragendakan keterangan saksi fakta dan ahli dari pemohon itu baru selesai digelar sekitar pukul 19.30 Wib.
Pada sidang hari ini, kubu Habib Rizieq menghadirkan dua ahli. Salah satunya merupakan pakar hukum pidana Prof.Dr. Mudzakir yang dihadirkan secara virtual.
Di persidangan itu, Mudzakir menjelaskan sejumlah poin. Termasuk menyoroti poin tentang ketentuan pasal 93 UU No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Mudzakir menyebut seseorang yang diduga melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal itu harus dilihat dalam satu konteks unsur-unsur dari pasal tersebut.
"Mana yang dapat dikualifikasikan unsur pokok dari tindak pidana pasal 93. Ahli menjelaskan unsur pokok dalam tindak pidana pasal 93 itu terkait dengan kekarantinaan. Adapun rujukannya pasal 9 ayat 1 yang isinya, setiap orang wajib mematuhi penyelanggaraan kekarantinaan kesehatan," ungkapnya di persidangan, Kamis (7/1).
Dia berpandangan, kekarantinaan itu pada dasarnya harus ada penyelenggaraan kekarantinaan, di mana obyeknya berarti karantina. Karantina sendiri berarti lockdown pada suatu kota, wilayah, atau pun lokasi tertentu.
"Prinsipnya dalam lokasi tertentu itu tak boleh ada kegiatan keluar masuk maka diblokir semuanya supaya tak ada keluar masuk karena kalau ada keluar masuk dimungkinkan keluarnya penyakit dari lokasi itu," katanya.
Lebih lanjut, dia menerangkan, esensi dari pelanggaran kekarantinaan itu berarti adanya yang keluar masuk di lokasi itu tanpa izin, baik dari dalam ke luar maupun luar ke dalam.
Sedangkan terkait menghalang-halangi berarti adanya perbuatan yang menghalangi untuk menutup atau mengkarantina suatu wilayah tersebut.
"Ketiga, sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan. Jadi, menurut ahli dengan konstruksi pasal 93 yang harus dibuktikan itu akibat dahulu. Akibatnya apa sehingga menyebabkan," katanya.
"Akibatnya itu harus ada kedaruratan kesehatan, karena dalam tindak pidana ini tindak pidana formil materiel," jelasnya.
Dia mengungkapkan, unsur formil dalam pelanggaran pasal itu berarti tidak mematuhi pelanggaran kekarantinaan kesehatan atau dia menghalangi kekarantinaan kesehatan.
Namun, keduanya bakal menimbulkan akibat yang dinamakan kedaruratan kesehatan.
Artinya, lanjut dia, konstruksi pasal 93 itu bisa dilihat melalui teori kausalitas atau sebab-akibat. Sebab, tak mematuhi penyelanggaran kekarantinaan kesehatan atau menghalang-halangi penyelanggaraan kekarantinaan kesehatan berakibat adanya kedaruratan kesehatan masyaraka.
Oleh karena itu, paparnya, harus dibuktikan juga adanya kedaruratan kesehatan masyarakat itu semata-mata disebabkan karena adanya orang, dalam hal ini yang dinyatakan sebagai tersangka tadi ialah tak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.
"Jadi harus ada kausalitas, tidak mematuhi kekarantinaan kesehatan akibatnya adalah terjadi kedaruratan kesehatan dan kedaruratan kesehatan itu semata-mata disebabkan karena adanya orang tersangka tadi tak mematuhi penyelanggaraan kesehatan," imbuhnya.
Mudzakir berpandangan, apabila ada orang tak mematuhi kekarantinaan tetapi tak berakibat pada kedaruratan kesehatan bisa disebutkan dia tak masuk pada klasifikasi pasal 93. Begitu juga saat terjadi kedaruratan kesehatan tetapi bukan disebabkan oleh tersangka, melainkan karena sebab lainnya.
"Dalam teori kausalitas harus ada kausalitas karena dia lah lahirlah kedaruratan kesehatan masyarakat dan kedaruratan kesehatan masyarakat terjadi karena perbuatan dia," katanya.
Dia berkesimpulan, saat ada seseorang dijadikan tersangka dan dikenakan pasal 93 harus ada dua alat bukti.
BACA JUGA: Pulang Kerja, Istri Kaget Saat Membuka Pintu Rumah, Lihat Suami Berbuat Nekat
Selain itu, harus mengacu pada adanya kedaruratan kesehatan dan sebab-sebab kedaruratan kesehatan tersebut semata-mata disebabkan karena perbuatan orang yang dijadikan tersangka tersebut.(cr3/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru: