Muhammadiyah: Usut Dugaan BUMN Pasok Senjata ke Junta Militer Myanmar
jpnn.com, JAKARTA - Muhammadiyah mendesak Komnas HAM menginvestigasi dugaan junta militer Myanmar mendapat pasokan senjata dari salah satu BUMN Indonesia.
Muhammadiyah mengingatkan bahwa militer Myanmar telah melakukan kejahatan kemanusiaan yang seharusnya direspons tegas oleh pemerintah RI dan komunitas internasional.
"Respons tersebut merupakan bagian dari kewajiban dan tanggung jawab universal untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan," kata Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, di Jakarta.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari antara lain Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Imparsial, Lembaga Studi dan Advokasi HAM (Elsam), Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), Centra Initiative, dan Amnesty International Indonesia juga meminta pemerintah, dalam hal ini Presiden, Menteri Pertahanan, Menteri BUMN untuk tidak lepas dari tanggung jawab atas persoalan pasokan senjata dan krisis kemanusiaan di Myanmar.
Sementara itu, pada Senin, 2 Oktober 2023, mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman bersama Myanmar Accountability Project dan Chin Za Uk Ling (Pegiat HAM) melaporkan ke Komnas HAM terkait dugaan penjualan ilegal senapan serbu, pistol, amunisi, kendaraan tempur dan peralatan militer lainnya kepada Junta Militer Myanmar di bawah Jenderal Min Aung Hlain, selama terjadinya pembantaian etnis Rohingya di Myanmar.
Berdasarkan laporan Marzuki dkk, dugaan pasokan senjata itu berbalut kerja sama di bawah MoU, misalnya, oleh PT. Pindad melalui perusahaan broker senjata yang berbasis di Myanmar, True North Co. Ltd., yang dimiliki oleh Htoo Shein Oo yang adalah putra kandung dari Menteri Perencanaan dan Keuangan Junta Militer Myanmar, Win Shein.
Marzuki dkk merujuk pada data perusahaan perantara senjara True North, Co. Ltd., bahwa tiga perusahaan BUMN Indonesia yakni PT. Pindad, PT. PAL dan PT Dirgantara Indonesia, terus mentransfer amunisi setelah percobaan kudeta Pemerintah Myanmar.
Direktur Eksekutif Imparsial Gufron Mabruri menilai secara langsung maupun tidak langsung pemerintah Indonesia berkontribusi terhadap terjadinya pelanggaran HAM berat di Myanmar, termasuk dugaan genosida terhadap etnis Rohingya.