Mungkinkah Darah Pasien Sembuh Jadi Obat Pembunuh Virus Corona?
Pada tahun 2003, kalangan dokter di China menggunakan plasma darah dari pasien yang pulih untuk mengobati 80 orang yang menderita SARS, yang masih satu rumpun dengan virus corona.
Pada 2014 WHO telah menerbitkan pedoman untuk menggunakan plasma darah untuk mengobati orang yang terinfeksi Ebola karena hasilnya yang menjanjikan.
Dr Casadevall mengakui bahwa penggunaan plasma darah ini bukanlah obat virus corona, tapi setidaknya merupakan pengganti sementara sebelum vaksin atau obatnya ditemukan.
Para ahli medis menyebut langkah ini sebagai “terapi antibodi pasif”, karena pasien akan menerima antibodi eksternal.
Saat wabah flu Spanyol terjadi tahun 1918, sekitar 1.700 pasien mendapatkan serum darah dari pasien yang sembuh. Saat wabah SARS di Hongkong, ada 80 pasien menjalani terapi antibodi pasif ini dan peluang sembuhnya lebih tinggi.
Darah pasien sembuh juga diujicoba dalam dua wabah virus Ebola di Afrika dan menunjukkan beberapa keberhasilan. Begitu pula dalam penelitian di Republik Demokratik Kongo tahun 2015. Sebuah ujicoba di Guinea tidak meyakinkan hasilnya, tetapi dilakukan tanpa menyaring plasma antibodi yang tinggi.
Karena itu, Dr Casadevall menyatakan tingkat kemanjuran mungkin lebih tinggi seandainya peneliti menggunakannya hanya pada pasien yang masih tahap awal penyakit mematikan ini.
Menurut Dr Jeffrey Henderson dari Universitas Washington yang bersama Dr Casadevall dan dokter lainnya di Mayo ClinicMinnesota mengajukan izin ke FDA, penggunaan terapi antibodi ini memiliki landasan ilmiah.