Muslim Rohingya Bagian dari ASEAN, Tetapi Tak Ada yang Mau Bantu Mereka
jpnn.com, JAKARTA - Amnesty International belum melihat bukti kepedulian negara anggota ASEAN terhadap muslim Rohingya yang mengungsi dari Bangladesh dan Myanmar. Organisasi HAM tersebut mendesak ASEAN melakukan pendekatan bersama untuk menangani masalah ini.
Pada masa wabah COVID-19 saat ini, negara-negara menutup perbatasan menuju wilayah daratannya, sehingga banyak pengungsi Rohingya yang terombang-ambing di tengah laut dan bahkan meninggal dunia dalam pencarian tempat menepi, demikian menurut juru kampanye Amnesty International untuk Kantor Wilayah Asia Selatan (SARO), Saad Hammadi.
"Sangat penting bahwa negara-negara harus berbagi tanggung jawab sebagai respon kawasan, bukan hanya meminta satu-dua negara saja, karena dengan begitu akan menggerakkan semua negara bersama-sama dan menciptakan harmoni di masyarakat," kata Saad dalam diskusi daring, Jumat.
Saad menjelaskan bahwa pengungsi Rohingya tidak memilih negara tujuan berdasarkan prospek akan kehidupan layak. Mereka adalah orang-orang yang merasa putus asa dan berpindah tempat untuk bertahan hidup, serta membutuhkan bantuan segera.
"Maka penting bagi negara-negara untuk membuka batas wilayah dan menyediakan ruang aman bagi mereka, perlindungan, dan kebutuhan kesehatan pada masa pandemi ini," ujar dia menambahkan.
Peneliti Amnesty International Indonesia, Dominique Virgil, dalam diskusi yang sama kemudian menjelaskan rekomendasi dari lembaganya untuk negara-negara ASEAN bersikap menangani masalah ini, yakni sesuai dengan panduan internasional yang dikeluarkan oleh Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).
"Negara-negara yang melakukan operasi pencarian dan penyelamatan (SAR) harus menjamin disembarkasi pengungsi dari kapal dengan menyediakan tempat bernaung sementara yang aman, termasuk semacam rumah atau tempat penampungan yang juga akan menjaga mereka dari pandemi," kata Dominique.
Menurut dia, pemerintah harus berpikir untuk tidak menempatkan para pengungsi di rumah detensi imigrasi atau rumah detensi lainnya. Jika dilakukan, hal itu akan membuat penularan virus terjadi lebih buruk di antara para pengungsi.