Nadiem Makarim Bertemu 22 Organisasi Guru, IGI Sampaikan 10 Poin Masukan
jpnn.com, JAKARTA - Pertemuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dengan 22 organisasi guru hari ini (4/11) menjadi momentum penting bagi kedua belah pihak. Di pihak Nadiem, dia bisa mendengar keluhan para guru.
Di sisi organisasi profesi guru, mereka bisa memberikan masukan serta laporan masalah pendidikan.
"Alhamdulillah, ternyata Mas Nadiem mau mendengar kami," kata Ketum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim usai pertemuan tertutup di Kemendikbud, Jakarta, Senin (4/11).
Dia menyebutkan, ada 10 hal dalam upaya revolusi pendidikan dasar dan menengah di Indonesia yaitu :
1. Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris dan Pendidikan Karakter berbasis agama dan pancasila menjadi mata pelajaran utama di Sekolah Dasar dan karena itu, Pembelajaran Bahasa Inggris di SMP dan SMA dihapuskan karena seharusnya sudah dituntaskan di SD. Pembelajaran bahasa Inggris fokus ke percakapan, bukan tata bahasa.
2. Jumlah Mata Pelajaran di SMP menjadi maksimal 5 mata pelajaran dengan basis utama pembelajaran pada Coding dan di SMA menjadi maksimal 6 mapel tanpa penjurusan lagi mereka yang ingin fokus pada keahlian tertentu dipersilahkan memilih SMK.
3. SMK karena fokus pada keahlian maka harus menggunakan sistem SKS, mereka yang lebih cepat ahli bisa menuntaskan SMK dua tahun atau kurang, sementara mereka yang lambat bisa saja sampai 4 tahun dan ujian kelulusan SMK pada keahliannya bukan pada pelajaran normatif dan adaptif. SMK tidak boleh kalah dari BLK yang hanya 3, 6 atau 12 bulan saja. LPTK diwajibkan menyediakan Sarjana Pendidikan atau Alumni PPG yang dibutuhkan SMK.
4. Jabatan Pengawas Sekolah dihapuskan hingga jumlah guru yang dibutuhkan mencukupi. Jabatan pengawas sekolah boleh diadakan kembali jika jumlah kebutuhan guru sudah terpenuhi, tidak ada lagi guru honorer dan semua guru sudah berstatus PNS atau Guru Tenaga Kontrak Profesional dalam Status PPPK dengan pendapatan minimal setara Upah minimum yang ditetapkan pemerintah sesuai standar kelayakan hidup. Hilangnya tanggung jawab mengajar kepada kepala sekolah seharusnya dimaksimalkan fungsinya sehingga keberadaan pengawas sekolah untuk sementara bisa diabaikan.