Nasib Firli Bahuri Bisa seperti Budi Gunawan?
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Said Salahudin menilai, munculnya penolakan dari sejumlah pihak atas dipilihnya Irjen (Pol) Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, dapat saja berujung batalnya mantan Deputi Penindakan KPK itu kembali berkantor di lembaga antirasuah.
Menurut Said, untuk menentukan hal itu kuncinya ada pada presiden. Firli bisa saja mengalami nasib yang dialami Budi Gunawan, yang batal dilantik sebagai kapolri, tiga tahun lalu.
"Saya kira polemik itu telah diketahui oleh presiden. Suara-suara itu tentu penting, sehingga wajar untuk didengar dan dipertimbangkan," ujar Said di Jakarta, Selasa (17/9).
Menurut Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) ini, Presiden Joko Widodo punya waktu 30 hari kerja memikirkan dan menimbang pendapat dan masukan dari masyarakat, terhitung sejak DPR menyampaikan secara resmi nama pimpinan KPK yang sudah dipilih.
Dalam hal presiden menilai pilihan DPR sudah selaras dengan kehendak rakyat, maka hanya perlu meyakinkan publik Firli memiliki peluang memperbaiki KPK, sehingga perlu diberikan kesempatan.
"Tetapi sebaliknya, dalam hal getaran kekhawatiran publik yang menolak Firli ditangkap presiden sebagai suara kebenaran, maka pilihan DPR atas Firli dapat saja dimentahkan oleh presiden," ucap Said.
Konsultan senior Political and Constitutional Law Consulting Postulat ini kemudian memaparkan ketetapan yang diatur dalam Pasal 30 ayat (13) Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Menurut Said, presiden memang diwajibkan untuk menetapkan calon pimpinan KPK yang sudah dipilih oleh DPR. Artinya, siapa yang dipilih DPR, itulah yang harus dilantik oleh presiden.
"Tetapi terkait pengisian jabatan yang melibatkan lembaga kepresidenan dan DPR, pernah juga ada preseden dimana presiden batal melantik calon pejabat yang sebelumnya sudah disetujui oleh DPR," katanya.