Nasib Guru Honorer Sungguh Nelangsa, Gaji Kecil, Rumah Masih Mengontrak
"Guru honorer “siang malam” bekerja untuk sukseskan program sekolah penggerak di sekolah yang ditunjuk. Mereka harus dihargai," tegasnya.
Sementara itu, Elis Nurhayati, kepala Sekolah Penggerak, memiliki kepedulian yang sama dengan Windu Sarwono terkait nasib guru honorer.
Dia mengatakan semua guru honorer usia 50 tahunan di semua sekolah terutama yang bekerja di Sekolah Penggerak wajib diafirmasi oleh pemerintah menjadi PPPK. Dedikasi dan kerja mereka luar biasa di setiap satuan pendidikan.
Para kepala Sekolah Penggerak Diklat PSP tahap 1 seperti Asep Anwar, Suhediana Noor, Amat Aswandi, Tata Muhammad Yaid, Vera Varianti, Asep Kurniawan, Ana Agustina, Herdi Agustiar, Arlin Gustina, Slamet Utomo, Ifna Sukmi, R. Sopian dan sejumlah peserta diklat lainnya juga setuju bila pemerintah sangat memperhatikan status entitas guru honorer untuk di-PPPK-kan.
Dijelaskan Dudung, dalam diskusi di internal Diklat PSP entitas kepala sekolah mendukung semua guru honorer, di semua sekolah lebih diperhatikan mengingat tugasnya sangat tidak ringan. Khusus guru honorer di Sekolah Penggerak akan menjadi guru pengimbas pada sekolah lainnya.
"Wajar bila entitas guru honorer di Sekolah Penggerak diberi afirmasi karena mereka memang “dimanfaatkan” pemerintah dalam menyukseskan PSP," terangnya.
Dudung membeberkan kepala sekolah yang lolos PSP mendapatkan penghargaan luar biasa. Mereka mendapatkan penambahan periode 4 tahun, tidak dipindah tugas ke tempat lain, mendapatkan keringanan tidak ikut UKKS (Ujian Kompetensi Kepala Sekolah), mendapatkan predikat dan portofolio sebagai kepala sekolah berprestasi.
"Nah bagaimana dengan nasib guru honorer di Sekolah Penggerak? Sederhana saja, PPPK-kan mereka semua," tegasnya.